Perkara yang Picu Imam Ghazali Gelisah di Puncak Karier

Eramuslim.com – Selama di Baghdad, kota berjuluk seribu satu malam itu, Imam al-Ghazali menyibukkan diri dengan ma jelis-majelis ilmu. Dia juga kerap memberikan nasihat kepada kalangan istana, termasuk Nizam al-Mulk.

Imam Ghazali menemukan kegelisahannya saat berada di puncak karier. Ilustrasi wajah Imam Al-Ghazali.

Surat-surat yang berisi petuahnya kepada sang wazir terhimpun dalam karyanya, Nasihat al-Mulk.

Salah satu pesannya mengimbau pemimpin agar selalu berpihak pada kaum papa, terutama mereka yang darah dan keringatnya dihisap pegawai pemerintah yang korup.

Lebih lanjut, rasa syukur terbaik yang bisa dipanjatkan seorang penguasa ialah dengan menegakkan kebenaran serta menghapus penindasan.

Empat tahun sudah Imam Ghazali memegang jabatan tinggi di Akademi Nizamiyah. Suatu ketika, dia merenungi perjalanan hidupnya sejauh ini, terutama setelah mempelajari teologi (ilmu kalam) sejak dari al-Juwaini.

Ilmu kalam membahas berbagai aliran yang kadang kala satu sama lain saling berkontradiksi.

Ghazali mulai merasa, sudah tiba waktu baginya untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya. Dia meyakini, pengetahuan yang diperoleh melalui pancaindera tak dapat dipercaya.

Sebab, kelima indra itu dapat salah. Pada awalnya, Ghazali meletakkan kepercayaan pada pengetahuan yang diperoleh melalui akal, tetapi kemudian hal ini juga tak memuaskannya.

Krisis spiritual dan intelektual yang dialaminya itu terekam dalam karyanya, al-Munqidz Mina adh-Dhalal. Selama enam bulan, Ghazali mengalami kegelisahan batin.

Dia bimbang, apakah meneruskan posisinya sebagai pengajar atau berhenti. Sebab, dia sudah teranjur skeptis pada keandalan akal rasional dan metode empiris sebagai jalan menuju kebenaran.

Satu-satunya pilihan yang baginya terbuka lebar ialah jalan salik, yakni pengetahuan yang diperoleh melalui kalbu yang tercerahkan iman kepada Allah SWT. Tasawuf telah menghilangkan segala kesangsian dalam dirinya.

Pada 1905, Imam Ghazali meletakkan jabatan di Akademi Nizamiyah.

Dia hendak mengembara dari satu tempat ke tempat lain dengan membawa bekal secukupnya.

Kepada keluarganya, dia meninggalkan sejumlah harta yang memadai sebagai nafkah. Rekan-rekannya menganggap, Ghazali akan menunaikan ibadah haji, padahal faktanya lebih dari itu.

Dia berupaya menempuh rihlah yang akan memalingkannya dari kekayaan, pangkat, popularitas, dan segala pernak-pernik duniawi.

Usai musim haji, para petinggi negeri pun terkejut. Sebab, Ghazali tak kunjung pulang ke Baghdad. Raja Seljuk lantas memerintahkan para bawahannya agar segera menelusuri keberadaan penasehatnya itu.