Kisah Hidup Suharto: Penak Jamanku Too? (1)

Di SSKAD, Suharto dicalonkan untuk menjadi Ketua Senat. Namun DI. Panjaitan menolak keras dengan menyatakan dirinya tidak percaya dengan Suharto yang dinilainya tidak bisa dipercaya karena mempunyai banyak catatan kotor dalam kair militernya, antara lain penyelundupan bersama para pengusaha Cina dengan dalih untuk membangun kesatuannya, namun yang terjadi adalah untuk memperkaya dirinya.

Atas kejadian itu Suharto sangat marah. Bertambah lagi dendam Suharto, selain kepada Nasution, Yani, Pranoto, kini Panjaitan. Aneh tapi nyata, dalam peristiwa 1 Oktober 1965, musuh-musuh Suharto—Nasution, Yani, dan Panjaitan—menjadi target pembunuhan, sedangkan Suharto sendiri yang merupakan orang kedua di AD tidak masuk dalam daftar kematian.

Dan ketika Yani terbunuh, Bung Karno mengangkat Pranoto Rekso Samudro sebagai Kepala Staf AD, namun Pranoto dijegal oleh Suharto sehingga Suhartolah yang mengambil-alih kepemimpinan AD, sehingga untuk menghindari pertumpahan darah dan perangsaudara—karena Siliwangi di Jawa Barat (Ibrahim Adjie) dan KKO (Marinir) di Jawa Timur telah bersumpah untuk berada di belakang Soekarno dan jika Soekarno memerintahkan untuk ‘menyapu’ kekuatan Suharto di Jakarta, maka mereka menyatakan siap untuk berperang—maka Soekarno melantik Suharto sebagai Panglima AD pada 14 Oktober 1965.

Kita kembali dahulu pada sejarah beberapa tahun sebelumnya:

Pasca Perang Dunia II, AS melihat Rusia sebagai satu-satunya pihak yang bisa menghalangi hegemoninya atas dunia. Diluncurkanlah Marshall Plan sebagai upaya membendung pengaruh komunisme yang kian lama kian meluas, dari Eropa Timur ke arah Asia selatan, sebuah wilayah yang sangat strategis dari sisi perdagangan dunia dan geopolitik, juga sangat kaya dengan sumber daya alam dan juga manusianya. AS sangat cemas jika wilayah tersebut dikuasai Soviet. Dari semua negeri di wilayah itu, Indonesia-lah negara yang paling strategis dan paling kaya. AS sangat paham akan hal ini, sebab itu di wilayah ini Indonesia merupakan satu-satunya wilayah yang disebut dalam Marshall Plan.

Namun untuk menundukkan Indonesia, AS jelas kesulitan karena negeri ini tengah dipimpin oleh seorang yang sukar diatur, cerdas, dan licin. Dialah Bung Karno. Tiada jalan lain, orang ini harus ditumbangkan, dengan berbagai cara. Sejarah telah mencatat dengan baik bagaimana CIA ikut terlibat langsung berbagai pemberontakan terhadap kekuasaan Bung Karno. CIA juga membina kader-kadernya di bidang pendidikan (yang nantinya melahirkan Mafia Berkeley), mendekati dan menunggangi partai politik demi kepentingannya (antara lain lewat PSI), membina sel binaannya di ketentaraan (local army friend) dan sebagainya. Setelah berkali-kali gagal mendongkel Bung Karno dan bahkan sampai hendak membunuhnya, akhirnya pada paruh akhir 1965, Bung Karno berhasil disingkirkan.

Setelah peristiwa 1 Oktober 1965, secara de facto, Jenderal Suharto mengendalikan negeri ini. Pekan ketiga sampai dengan awal 1966, Jenderal Suharto menugaskan para kaki tangannya membantai mungkin jumlahnya mencapai jutaan orang. Mereka yang dibunuh adalah orang-orang yag dituduh kader atau simpatisan komunis (PKI),  tanpa melewati proses pengadilan yang fair. Media internasional bungkam terhadap kejahatan kemanusiaan ini, karena memang AS sangat diuntungkan.