Buzzerkrasi Di Rezim Jokowi

Eramuslim.com

M.  Rizal Fadillah

Era pemerintahan Presiden Jokowi demokrasi ambruk. Cuitan Kwik Kian Gie, mantan Menko Perekonomian menyebut kondisi kini berbeda dengan rezim-rezim sebelumnya. Suasana nampak menakutkan.

Bukan karena takut mengkritik, tetapi perbedaan pendapat yang disikapi dengan serangan buzzer. “Masalah pribadi diodal adil”, serunya.

Pandangan Kwik disetujui oleh Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan. Kekuasaan buzzer yang luar biasa tanpa ancaman hukum ini menggambarkan pergeseran sistem pemerintahan dari demokrasi kepada buzzerkrasi.

Buzzer itu bahasa Inggris yang artinya lonceng atau alarm. Dalam makna tradisi Indonesia adalah kentongan. Berfungsi untuk memperbesar gaung dan memanggil orang untuk berkumpul. Buzzer digunakan untuk menyuarakan kandidat, pemimpin, bahkan Istana. Keliling dari kampung ke kampung, dari media ke media.

Buzzer media sosial lebih populer saat kini. Ada fungsi baru si tukang kentongan ini yakni menakut-nakuti seperti dalam kasus Kwik Kian Gie.

Kekuasaan besar, proteksi hukum, serta menjadi alat pengancam yang efektif, maka buzzerkrasi adalah fenomena. Melengkapi multi predikat rezim Jokowi mulai oligarkhi, korporatokrasi, otokrasi, kleptokrasi, hingga buzzerkrasi.