Djoko Edhie: Dikdasmen Ala Nadiem: “The Blind & The Doubt”

Keenam, teknologi 4.0 menghasilkan kompetensi (skill-set) baru, mendisrupsi kompetensi lama karena diganti robot/AI.

“The fourth industrial revolution seems to be creating fewer jobs in new industries than previous revolutions,” ujar Klaus Schwab pendiri World Economic Forum, kutip Yuswohadi.

Dengan teknologi machine learning, AI, big data analytics, IoT, AR/VR, hingga 3D printing, maka pekerjaan bergeser dari manual occupations dan routine/repetitive jobs ke cognitive/creative jobs. Kesuksesan ditentukan kemampuan kolaborasi “human +robot”. Itu sisi hard skill. Untuk soft skill, Tony Wagner (2008) merumuskan “Seven Survival Skills for 21st Century”. Tujuh skill-set itu minim diajarkan di sekolah. Karena itu sekolah harus meredefinisi kurikulumnya dengan mengakomodasi skill-set.

Ketujuh, Nadiem terhadap  disrupsi butuh terobosan kreatif dan pendekatan baru non business as usual.

Pendekatan lama dari orang-orang lama, puritan dan resisten membuat ekosistem pendidikan terpuruk melapuk, tulis Yuswohadi.

Dunia pendidikan butuh sosok muda (milenial) yang punya default logika zaman baru.

Pendidikan butuh disruptive leader yang mumpuni, Nadiem? Seperti dibuktikan di Go-Jek kata Yuswohadi, Nadiem mampu memainkannya, menghasilkan creative solution, terobosan Go-Jek, Go-Ride, Go-Car, Go-Send, Go-Food, hingga Go-Pay.

Komen Saya

Bro Yuswohadi, anda tidak mabok tah? Sebab tak ada masyarakat seperti profil paparan anda itu di Indonesia (1-6). Mungkin di AS. Sebab, membaca data SPSS (Statistical Pakckage  Social and Science) saja, milenial itu tak mampu. Bagaimana mereka disebut data literasi? Paling ada 1/mil yang bisa baca data SPSS. Kalau cuma akses data, kami dulu juga sudah canggih modem to modem sebelum masuknya Internet (1987).

Namun, cukup jelas latar belakang munculnya Nadim sebagai Mendikbud, ialah untuk meng-Go-Jek-kan pendidikan. Ada 6 alasan seperti sudah Anda  papar tadi: disruptif, hantu, dan komputerized.

Paparan Yuswohadi sama persis dengan pikiran Nadiem dan Jokowi. Modernitas via IT: tapi tak lebih dari mengubah disdakmen jadi BLK (balai latihan kerja). Ada link and match, cepat, anak didik diajar oleh AI, medsos dan Youtube, etc. Tapi tak ada itu di alam nyata. Hallu westernized itu. Tutorial macam itu, dengan machine learning, sudah ditolak tahun 2000 setelah para ahli AI bertemu di Carnegie Melon Univ. Sebelumnya di Konferensi Musim Panas di Montreal tahun 1954 menyatakan, “Kami takkan menyerahkan pendidikan kepada komputer”, bunyi petisi itu. Karena itu, pendidikan tetap konservatif.