China Ikut Desak Israel untuk Hentikan Rencana Serangan ke Rafah Palestina

eramuslim.com – China menyampaikan keprihatinannya dengan serangan Israel di Gaza dan mendesak Israel untuk menghentikan seluruh operasi militer di Rafah, kata Wakil Duta Besar China untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Geng Shuang pada Rabu (24/4).

“Kami sangat prihatin atas seringnya Israel membombardir Gaza dalam beberapa hari terakhir. Kami mendesak Israel untuk segera menghentikan semua operasi militer terhadap Gaza dan menghentikan rencana serangannya terhadap Rafah,” kata Shuang kepada anggota Dewan Keamanan PBB dalam pertemuan mengenai Palestina.

Selain itu, dia mengatakan negara-negara yang memiliki pengaruh signifikan terhadap Israel juga harus bertindak secara imparsial atau tidak memihak.

Perwakilan Amerika Serikat di PBB selama ini dikenal sebagai pendukung besar Israel di dalam Dewan Keamanan PBB, dengan menghalangi segala resolusi yang dapat mempersulit operasi Israel.

Sebelumnya, lembaga penyiaran publik Israel KAN, dengan mengutip sumber militer Israel yang tidak disebutkan namanya, melaporkan bahwa tentara Israel atau IDF sedang bersiap untuk segera melancarkan operasi militer di Kota Rafah di Gaza selatan.

“Menurut rencana tentara, lebih dari 1 juta warga Palestina di Rafah akan diminta untuk mengevakuasi diri dari daerah tersebut ke tempat penampungan yang baru-baru ini didirikan di bagian selatan dan tengah Jalur Gaza,” kata media lokal Israel tersebut.

Tentara Israel disebut sedang mempersiapkan operasi darat di Rafah yang mencakup evakuasi sejumlah besar penduduk.

Menurut rencana yang disampaikan kepada Amerka Serikat dan sejumlah negara lain yang tidak disebutkan namanya di kawasan Israel itu, serangan tentara ke Rafah tersebut akan dilakukan secara bertahap dan melibatkan langkah pembagian kota menjadi beberapa zona.

Terdapat indikasi bahwa penduduk di setiap daerah akan diberitahu terlebih dahulu sebelum pasukan Israel masuk, sehingga mereka dapat dievakuasi secara bertahap.

Pejabat keamanan Israel memperkirakan evakuasi warga dari Rafah bisa memakan waktu antara empat hingga lima pekan.

Kementerian Kesehatan di wilayah kantong Palestina menyatakan sudah sebanyak 34.183 warga Palestina yang gugur dalam serangan Israel di Jalur Gaza pada hari ke-200 serangan mematikan Israel.

“Serangan yang sedang berlangsung sejak Oktober lalu juga telah melukai 77.143 warga Palestina,” demikian bunyi keterangan resmi Kementerian Kesehatan Palestina, Selasa (23/4/2024).

Kementerian mencatat bahwa dalam 24 jam terakhir Israel melakukan tiga pembantaian terhadap keluarga di seluruh Jalur Gaza hingga menyebabkan 32 orang gugur dan 59 lainnya luka-luka saat tiba di rumah sakit.

“Banyak orang masih terjebak di bawah reruntuhan dan di jalan dan tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka,” kata Kemenkes.

Israel telah menggempur Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, yang menurut Tel Aviv menewaskan hampir 1.200 orang.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan perang Israel di Gaza telah menyebabkan 85 persen penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Selain itu, menurut PBB, lebih dari 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut rusak atau hancur.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Keputusan sementara pada bulan Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

Sedikitnya 350 tenaga kesehatan juga terbunuh dan 520 lainnya terluka di Jalur Gaza sejak Israel mulai melancarkan agresi ke daerah tersebut pada 7 Oktober 2023, menurut pelapor khusus PBB.

“Kami mengetahui bahwa sekitar 520 tenaga medis terluka, serta 350 pekerja medis termasuk tenaga kesehatan lainnya, telah gugur,” ucap pelapor khusus PBB untuk hak kesehatan Tlaleng Mofokeng dalam konferensi pers pada Senin (22/4).

Dia menyatakan, jumlah korban jiwa tersebut tidak termasuk sejumlah remaja Gaza yang berinisiatif membantu tenaga kesehatan di berbagai rumah sakit. Para remaja tersebut tidak terdaftar secara resmi sebagai tenaga kesehatan.

 

(Sumber: Republika)

Beri Komentar