Catatan Dr. Tony Rosyid: “Acak-Adut” Koalisi Dalam Pilkada

Eramuslim.com – Pilkada serentak digelar. Parpol sibuk nyari kandidat. Tanya sana-tanya sini, semua lembaran survey dibuka. Merapat ke tokoh ini, lalu pindah ke tokoh yang lain. Bisik-bisik, pelan sekali, punya dana berapa? Lalu dikalkulasi, oh… kurang, pindah lagi.

Ada yang cocok, telepon partai A, hubungi partai B, lalu ajak koalisi. Rapat demi rapat diadakan untuk mencocokkan kepentingan. Alot, ribet, banyak dinamika dan negosiasi. Jatah wakil diperebutkan, kursi sekda dan posisi jabatan mulai dibicarakan. Partaimu mau ini, partaiku itu saja. Deal, koalisi jalan.

Masuk partai lain, koalisi berubah lagi. Hanya tidak berubah jika bohirnya menyanggupi. Bohir seperti raja, dan partai-partai sebagai punggawanya. Raja punya fatwa, punggawa tampil untuk mengawalnya.

Menjelang pendaftaran, satu partai cabut diri, MoU terancam. Buat kesepakatan baru. Tidak deal, koalisi bubar. Deal, calon wakil diserang paha. Lalu muncul prahara. Mundur, koalisi diperbaiki lagi.

Itulah demokrasi kita saat ini. Pengamat dibuat pusing, apalagi rakyat awam. Di warung kopi ribut, tukang rongsok dan penjual cendol berdebat soal politik. Rakyat pening kepala, apalagi pimpinan partai.

Hiruk pikuk tak berkesudahan. Tak ada partai yang konsisten. Atau hukum konsistensi tak berlaku di koalisi. Terlalu beragam dan mudah berubah. Makin lama makin buram. Ibarat pelangi, warnanya sudah tidak aturan. Tak enak dilihat, apalagi diimpikan. Atau mungkin ini indikasi bangsa mau kiamat? Serahkan saja ke para ustaz untuk menjawab. Mereka yang tahu tanda-tanda kiamat.

Saat kampanye, bawa-bawa NKRI dan jualan pancasila. Aku pancasila, aku NKRI, aku ini dan aku itu. Blegedes. Penjual agama bertarung dengan penggiat agama. Saling fitnah dan caci. Tuduh teroris dan ISIS mewarnai. Khilafah dibidik dan jadi kartu mati. Adu tafsir membuat media makin bising.