Kisah Pasukan Elit Turki: Kami Datang Bersama Kematian!

Sejak didirikan tahun 1952, ‘anak-anak’ Bordo Bereliler sudah kenyang dengan pengalaman operasi. Mereka selalu dilibatkan dalam aneka operasi militer yang melibatkan konflik Turki dan Kurdi. Pasukan ini juga diterjunkan untuk memburu militan ISIS yang bermarkas di perbatasan Turki dan Suriah.

Dalam sebuah operasi, mereka bertugas memandu serangan F-16 angkatan udara Turki ke kamp ISIS. Tak kurang dari 35 militan ISIS tewas dalam serangan udara tersebut.

Personel baret merah marun ini dilengkapi senjata khas pasukan elite. Untuk pistol mereka mengandalkan varian Glock 17 dan 19 atau pistol SIG P226 dan SIG P229. Untuk senapan rata-rata menggunakan M4A1, dan Heckler & Koch HK416. Ada juga senapan serbu buatan dalam negeri MKEK MPT-76. Ada juga seri senapan dari Rusia jenis AKM dan IMI Tavor TAR-21, senapan buatan Israel.

Untuk senapan mesin ringan, Bordo Bereliler mengandalkan setidaknya tiga jenis sub machine gun. HK MP5, MP7A1, dan FN P90. Senapan ini digunakan untuk pertempuran jarak dekat atau misi pembebasan sandera.

Para sniper juga dilengkapi dengan aneka senapan khusus penembak runduk mulai dari senapan produksi dalam negeri KNT-308. Lalu Barrett M82 buatan AS, hingga Dragunov sniper rifle dari Rusia.

Untuk pergerakan pasukan, skadron angkut helikopter khusus selalu siap membawa ke medan operasi dalam hitungan jam.

Lalu bagaimana menjadi anggota pasukan elite ini?

Para perwira dan calon prajurit secara sukarela mendaftar untuk masuk ke Bordo Bereliler. Namun syaratnya tak mudah. Selain fisik yang memadai, mereka juga harus punya tingkat intelejensi tinggi dan minimal menguasai satu bahasa asing.

Setelah lulus tes mereka harus mengikuti latihan berat selama 2,5 tahun. Fisik benar-benar digerus dengan aneka latihan militer, bela diri, menembak, patroli jarak jauh, hingga lari halang rintang.

Dalam lintas medan, para calon anggota pasukan ini harus berjalan naik turun gunung dengan jarak 100 km dengan menggendong ransel seberat 40 kg.

Tak heran, banyak yang berguguran dalam pendidikan komando ini. Hanya yang terkuat yang bertahan.

Setelah lulus pendidikan dasar, mereka mendapat aneka materi tambahan. Ada sekolah pertempuran gunung, pertempuran jarak dekat, nuklir dan biokimia. Materi seperti terjun payung, menyelam, dan pengintaian juga terus dimantapkan. Tak ketinggalan perang antiteror dan penggunaan bahan peledak.

Di akhir pendidikan, tes terakhir adalah tembak kepercayaan. Setiap personel akan menembak target yang diletakkan di atas kepala atau dipegang oleh rekan mereka. Meleset sedikit, fatal akibatnya. Namun itulah resiko bagi siapa pun yang nekat bergabung.

Tak salah jika motto mereka Olum bizimle gelir, kami datang bersama kematian! [merdeka.com]