Era Jokowi: Oligarki Kian Mencengkeram dan Demokrasi Makin Semu (Bag.1)

Di sisi lain, politik balas budi ini bisa jadi salah satu cara ampuh Jokowi memuluskan kekuasaannya. Ben Bland, peneliti dari Lowy Institute, mengambil contoh langkah Jokowi merangkul Prabowo. Baginya, upaya itu adalah pengkhianatan kepada demokrasi. Dengan diambilnya Prabowo, otomatis Partai Gerindra akan mendukung pemerintahan Jokowi; lantas siapa bisa menjadi oposisi yang “seharusnya ada dalam sistem demokrasi?”

“Ketika dia memilih Prabowo [sebagai Menteri Pertahanan] artinya sudah selesai,” kata salah satu pejabat kepada Bland seperti tertera dalam Man of Contradictions: Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia (2020). “Dia melakukan itu untuk melumpuhkan oposisi.”

Bagian dari Oligarki

Wajar jika di awal kemunculannya dalam gelanggang politik nasional Jokowi menjadi pengharapan kelompok sipil dan aktivis. Yuki Fukuoka dan Luky Djani berargumen bahwa setelah Orde Baru tumbang, kelompok masyarakat tercerai-berai tidak beraturan. Akibatnya, pemegang kekuasaan masih tidak bisa jauh-jauh dari oligarki rezim terdahulu.

Bedanya, dengan kemunculan kelompok buruh dan aktivis, elite politik di era pasca-Orde Baru turut mempertimbangkan kepentingan masyarakat kelas menengah ke bawah. Bagaimanapun suara mereka diperlukan untuk memenangkan pemilu. Mereka juga berani menyuarakan tuntutan yang lebih banyak dibanding masa sebelumnya sehingga praktik klientelistik ala Orba menemui tantangan berat.

Para elite politik tidak lagi mengandalkan patronase demi memenangkan kontestasi pemilu. Mereka mulai mendukung tokoh yang punya narasi peduli pada rakyat miskin dan berani memaparkan program-program populis. Tokoh seperti ini lazimnya muncul di periode demokratis setelah tumbangnya otoritarianisme yang melanggengkan praktik klientelistik.

Fukuoka dan Djani berpendapat, “ketika mobilisasi klientelistik menjadi kurang efektif, elite oligarki mulai selektif merangkul populisme dalam usaha mempertahankan cengkeraman pada struktur kekuasaan negara.” Dalam hal ini, pemimpin yang merakyat dan muncul dari luar tatanan Orde Baru menjadi sarana bagus untuk melakukan kooptasi.

Jokowi bukan seorang politikus yang tumbuh di masa Orde Baru. Dia putra seorang tukang kayu yang menanjak jadi pengusaha lokal sukses dan kemudian menjadi pejabat publik. Dia punya banyak inovasi dan menyelesaikan berbagai masalah di kotanya. Reputasi Jokowi mengalahkan banyak elite politik yang sudah terstigma korup dan tidak peduli pada rakyat.

Selanjutnya adalah sejarah. Jokowi kemudian didukung oleh Prabowo dari Partai Gerindra dan Megawati dari PDIP, sampai akhirnya PDIP mengusungnya sebagai presiden. (Bersambung ke bagian 2)

Sumber: Tirto