Kesaksian Muslim China soal Perlakuan Kejam Rezim Komunis RRC di Kamp Tahanan: Disiksa sampai Diperkosa Massal

Komandan kamp menyediakan ruang untuk penyiksaan yang disebut “ruang gelap” karena tahanan dilarang membicarakannya secara terang-terangan. Beragam jenis penyiksaan dihadapi para tahanan seperti digantung di tembok, dipukul dengan tongkat elektrik. Ada juga kuku tahanan yang dicabut.

“Saya melihat tahanan yang kembali dari ruangan itu berdarah-darah. Beberapa kembali tanpa kuku di jarinya,” ujarnya.

Alasan tahanan dihukum di antaranya karena tidak belajar bahasa Mandarin dengan baik atau tidak menyanyikan lagu propaganda. Sauytbay juga mengaku pernah dihukum dengan dipukul dan tak diberi jatah makan selama dua hari.

Dia juga mengaku menyaksikan bagaimana tahanan dijadikan kelinci percobaan medis. Tahanan akan diberikan pil atau suntikan dengan dalih mencegah penyakit.

“Tapi perawat mengatakan kepada saya diam-diam pil itu berbahaya dan saya tidak boleh meminumnya,” kata dia.

Efek pil itu bermacam-macam. Ada tahanan yang mengalami penurunan fungsi kognitif. Perempuan berhenti menstruasi dan laki-laki menjadi mandul, berdasarkan spekulasi yang muncul. Jika tahanan benar-benar sakit, mereka tak mendapat pengobatan.

Pemerkosaan Massal

Nasib perempuan di kamp itu juga sangat buruk. Sauytbay mengatakan polisi akan membawa gadis-gadis cantik. Mereka bisa membawa siapapun yang mereka suka. Dia juga mengungkapkan kasus pemerkosaan massal.

“Suatu hari, polisi memberi tahu kami bahwa mereka akan memeriksa untuk melihat apakah pendidikan ulang kami berhasil, apakah kami berkembang dengan baik. Mereka membawa 200 tahanan ke luar, laki-laki dan perempuan, dan memerintahkan kepada salah seorang perempuan untuk mengakui dosa-dosanya. Dia berdiri di depan kami dan menyatakan bahwa dia sebelumnya orang jahat, tetapi sekarang setelah belajar bahasa China, dia menjadi orang yang lebih baik. Ketika dia selesai berbicara, polisi memerintahkan dia untuk lepas jubah dan memperkosanya satu demi satu, di depan semua orang. Sementara mereka memperkosanya, mereka memeriksa untuk melihat bagaimana kami bereaksi. Orang-orang yang memalingkan kepala atau memejamkan mata, dan mereka yang terlihat marah atau terkejut, dibawa pergi dan kami tidak pernah melihat mereka lagi. Itu mengerikan. Saya tidak akan pernah melupakan perasaan tidak berdaya, karena tidak bisa membantunya. Setelah itu terjadi, sulit bagi saya untuk tidur di malam hari,” tuturnya.

Kekerasan seksual juga diungkap oleh mantan tahanan kamp di Xinjiang yang dipublikasikan The Washington Post dan The Independent, di London. Sejumlah perempuan mengaku diperkosa, yang lain menyebut pemaksaan aborsi dan pemasangan alat kontrasepsi.

Ruqiye Perhat (30), perempuan Uyghur yang ditahan di kamp selama 4 tahun dan kini tinggal di Turki mengatakan dia diperkosa berulang kali oleh para penjaga kamp dan hamil dua kali, yang kemudian terpaksa digugurkan.