Ada Yang Aneh Dalam Kasus Blackout 408 PLN

Ekonom senior ini juga menyatakan, PLN sebagai BUMN yang strategis sempat dibenahi di awal-awal reformasi. Bahkan dengan cara yang terhitung out of the box.

Pada saat menjadi Menko Ekuin, 2000-2001, Rizal pernah dihadapkan pada problem korupsi dan marked up di PLN. Hampir semua, atau 27 kontrak Pembelian Listrik Swasta (PPA) ternyata begitu mahal. Sekitar USD 7-12 cent per megawatt, padahal kisaran harga di seluruh dunia hanya USD 3 cents.

Beban PLN naik menjadi USD 85 miliar sehingga nyaris mengalami kebangkrutan. Sebelumnya, Presiden BJ Habibie melalui Direktur Utama PLN, Adi Satria mengajukan salah satu kontraktor PPP ke pengadilan abitrase internasional. Namun mengalami kekalahan telak.

Melihat kenyataan tersebut, Rizal memutuskan tidak menggunakan jalur arbitrase dalam menggugat kontraktor-kontraktor nakal. Dia mengundang kawannya yang menjabat redaktur di Wall Street Journal, koran bisnis paling berpengaruh di dunia.

Wall Street Journal diminta Rizal untuk menjelaskan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) perusahaan-perusahaan multi nasional yang bermain dengan kroni-kroni kekuasaan di Indonesia. Kemudian, praktik KKN itu ditayangkan di halaman depan Wall Street Journal selama tiga hari berturut-turut sehingga puluhan bos perusahaan asing yang punya kontrak dengan PLN menemui Rizal Ramli untuk renegosiasi karena takut nama dan saham perusahaannya jatuh.

Hasilnya luar biasa, beban utang PLN akhirnya berhasil dikurangi USD 50 miliar, dari USD 85 miliar menjadi USD 35 miliar. Belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia pengurangan utang sebesar itu.

Rizal menyatakan, masih banyak PR pembenahan di PLN setelah nyaris dua dekade berlalu. Tapi ia mengingatkan, pembenahan jangan mengandalkan cara-cara konvensional. Perlu cara-cara yang taktis dan inovatif. “Cara konvensional mudah ditebak dan ditekuk oleh mereka yang tak mau PLN dibenahi,” tandasnya.(kl/kfrs)