Halaqah Ulama Kedua: Ma’ruf Amin Jadi Cawapres Salahi Aturan Nahdliyyin

“Jalan yang bersih dari kepentingan politik praktis. NU jangan sampai jadi alat untuk merebut kekuasaan seperti yang saat ini terang-terangan dilakukan elite NU di tingkat struktural,” kata Kiai Luthfi Bashori.

Hadir dalam halaqah nahdliyah khitthah KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) sebagai sohibul bait, KH Hasib A Wahab Chasbullah (Gus Hasib) dari Ponpes Tambakberas. Hadir juga KH Agus Solachul A’am Wahib Wahab (Gus A’am).

Ada juga Gus Rozaq, KH A Wachid Muin, KH Muhammad Najih Maimoen dari Sarang, KH Abdul Zaini dari Pasuruan dan KH Abdul Hamid dari Lasem. Ada pula KH Abdullah Muchid Pendiri IPIM (Ikatan Persaudaraan Imam Masjid Seluruh Indonesia).

Prof Dr KH Ahmad Zahro, MA al-Chafidh Ketua IPIM, Drs H Choirul Anam, cucu menantu dari KH Achmad Dahlan (Pendiri Taswirul Afkar Kebondalem, Surabaya), Prof Nasihin Hasan, Prof Aminuddin Kasdi, KH Muhammad Idrus Ramli (Jember);

KH Luthfi Bashori Alwi (Malang), Gus Ahmad Muzammil (Jogjakarta), Gus Mukhlas Syarkun, dan lain-lain. Sedikitnya ada sekitar 50 orang dari tokoh-tokoh NU baik kultural maupun struktural.

Menurut juru bicara halaqah Choirul Anam alias Cak Anam, ada 3 keputusan penting yang diambil dari halaqah nahdliyah khitthah untuk kemudian disampaikan kepada warga NU, termasuk bagaimana menghadapi Pilpres 2019;

Pertama, anak cucu pendiri NU perlu menegaskan dan mengingatkan kembali, bahwa NU harus berdiri tegak di atas khitthah 1926.

Kedua, NU tidak ada urusan dengan parpol mana pun, dan tidak berpihak kepada siapa pun (Capres Cawapres), termasuk pada Pilpres 2019.