Jalan Terang Menguak Pemilu yang Curang

Hasilnya, MA mengabulkan gugatan tersebut yang pada pokoknya menetapkan partai sebagai penentu suara dan berhak menunjuk anggota yang diinginkan dalam proses PAW. Artinya, mengingkari azas proporsional terbuka di mana anggota terpilih dan penggantinya hanya berdasar perolehan suara terbanyak.

Berbekal putusan MA, DPP PDIP mengajukan Harus Masiku sebagai calon anggota DPR pengganti almarhum Nazarudin. Apesnya, KPU tetap menolak bahkan menetapkan Riezky sebagai pengganti yang sah. Hal itu membuat PDIP meradang. PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan sekaligus mengirimkan surat penetapan caleg ke KPU.

Dari sini sifat terstruktur dan sistematisnya sudah terpenuhi. Bagaimana dengan masifnya?. Suap kepada Wahyu Setiawan diawali pada medio Desember 2019 ketika seseorang memberikan uang sebesar Rp 400 juta kepada Doni, Saefulah dan Agustiani Tio Fridelina.

Nama terakhir adalah mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2008-2013, bakal calon Wali Kota Depok dan dua kali caleg PDIP. Dari duit Rp 400 juta itu, Agustiani menyerahkan Rp 200 juta kepada Wahyu.

Tidak lama setelah itu diduga Harun sendiri yang menyerahkan uang kepada Saefulah sebesar Rp 850 juta melalui seseorang di kantor PDIP. Saefulah yang disebut sebagai pihak swasta, lantas membagi uang itu. Doni diduga kebagian Rp 150 juta, Agustiani Rp 450 juta dan sisanya sebesar Rp 250 juta konon untuk operasional.

Uang Rp 450 jutamerupakan jatah Wahyu namun sementara dikelola Agustiani sambil menunggu proses penetapan PAW di KPU. Lagi-lagi apes, karena berdasarkan rapat pleno tanggal 7 Januari 2020, KPU kembali menjegal keinginan PDIP.

Esoknya Wahyu menelpon Agustiani meminta agar dana Rp 450 juta yang dikelolanya. Usai transaksi, KPK pun menciduk Wahyu dan dua anggota keluarganya, Agustiani, Saefulah dan Doni di tempat berbeda.

KPK kemudian menetapkan Wahyu, Saefulah, Agustiani dan Harun Masiku sebagai tersangka. Beredar informasi, KPK juga sempat mengejar seseorang hingga ke PTIK, namun terhalang. Upaya KPK menggeledah kantror DPP PDIP juga terhambat.

Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, pihaknya tidak menghalangi proses pemberantasan korupsi oleh KPK. Namun karena penyidik yang datang tidak dilengkapi surat tugas, Hasto menolak dilakukan penggeledahan dan penyegelan kantor DPP PDIP.