Jalan Terang Menguak Pemilu yang Curang

Dari konstruksi itu, jelas jika upaya suap terhadap komisioner KPU sangat masif karena melibatkan banyak pihak dan orang-orang yang memiliki pengaruh. Terlebih jika rumor adanya peran pengurus penting partai terbukti.

Namun demikian kasus ini akan mendapat perlawanan hebat. Bahkan dalam proses OTT sempat terjadi insiden. Kabarnya, saat menyambangi PTIK, sejumlah penyidik KPK justru diminta tes urine dan disandera.

Disamping itu ada pertanyaan menggelitik pada Acara ILC tvOne edisi Selasa (14/1/2020), yang mengangkat topik kasus suap komisioner KPU yang kena OTT KPK.

Pertanyaan itu disampaikan oleh Karni Ilyas kepada KPU:”Gimana logikanya, misal saya mau menyuap KPU dan baru memegang satu orang komisioner, padahal ada 7 komisioner untuk membuat keputusan, saya baru pegang 1 komisioner, gimana logikanya saya sudah berani kasih 900 juta? Gimana logikanya?” tanya Karni Ilyas yang bikin KPU tak berkutik.

Kejanggalan kejanggalan yang terjadi terkait kasus tertangkapnya Wahyu Setiawan ini memunculkan kecurigaan adanya kecurangan serupa pada pelaksanaan pemilu sebelumnya khususnya pelaksanaan pilpres yang memang sudah santer dengan praktek curangnya.

Karena itu pengamat Politik Muslim Arbi menyebut kasus suap yang melibatkan komisioner KPU Wahyu Setiawan menjadi pintu masuk membongkar kebusukan Pilpres dan Pemilu 2019.

“Kasus suap melibatkan komisioner KPU Wahyu Setiawan dan pejabat tinggi PDIP sebagai partai penguasa. Ini bisa menjadi pintu masuk membongkar kebusukan Pemilu dan Pilpres 2019,” ujarnya seperti dilansir suaranasional.com.

Muslim Arbi mengatakan, Wahyu dan Hasto dalam kasus ini mengindikasikan mempunyai hubungan baik.“Bisa jadi Wahyu juga menerima order memainkan suara di Pemilu dan Pilpres 2019,” jelas Muslim.

Kata Muslim, publik tidak percaya Wahyu bermain sendiri dalam kasus ini. “KPU dalam memutuskan kolektif kolegial tidak mungkin, Wahyu bermain sendiri memutuskan yang bisa lolos ke DPR atau jumlah suara di Pilpres 2019,” papar Muslim.

Sementara itu Wartawan senior, Asyari Usman, melalui akun facebooknya menyatakan:”Setelah Wahyu Setiawan terkena OTT, kini muncul pertanyaan: kira-kira ada atau tidak sogok-menyogok dalam penetapan hasil Pilpres 2019? Bisakah diyakini para komisioner KPU bersih dari sogok-menyogok?”.

“Selama ini, masih belum ada bukti legalitas tentang orang-orang Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diperkirakan rawan sogokan. Sekarang, terbukti sudah. Para komisioner KPU pusat rawan terhadap sogokan. Ini yang diperlihatkan oleh Wahyu Setiawan (WS). Dia tertangkap basah dalam operasi OTT KPK pada 8 Januari 2019. KPK mengatakan, Wahyu menerima uang sogok Rp 900 juta.”

“Apa yang bisa dipelajari dari kasus WS? Bahwa orang-orang KPU pusat semuanya rentan terhadap sogokan. Kalau semua komisioner KPU pusat dikatakan rentan sogokan, apakah integritas mereka selama ini patut dipertanyakan? Sangat pantas! Pantas ditelusuri. Dan sangat wajar dibicarakan.”

“Apakah itu termasuk juga integritas KPU terkait hasil Pilpres 2019? Tentu saja kasus sogok Wahyu Setiawan memunculkan keraguan yang valid mengenai integritas semua komisioner KPU dalam menangani seluruh proses Pilpres 2019.

Termasuk penetapan pemenangnya. Artinya, kasus sogok WS menghantui hasil Pilpres 2019. Dan, hantunya bukan hantu biasa. Hantu besar. Induk dari segala hantu kecurigaan.”Demikian tulis Asyari Usman.

Logikanya kalau suap yang kecil kecil saja di embat apalagi suap yang besar nilainya, pasti besar kemungkinan akan disikat. Sebuah bentuk kecurigaan yang masuk akal dan tidak dibuat buat karena argumentasinya memang kuat.

Kasus Jiwasraya dan Pilpres

Kasus korupsi lain yang diduga juga terkait dengan Pilpres adalah perampokan jiwasraya. Munculnya kasus yang terjadi di perusahaan asuransi PT. Jiwasraya merupakan kejadian yang sistematis dan/atau kecerobohan para pihak manajemen dalam melakukan investasi yang menyebabkan kerugian yang luar biasa.