MUI: Pernyataan Poligami Bukan Ajaran Islam Itu Kontroversial

“Bahkan perempuan itu di zaman Romawi, di zaman sebelum Islam itu, perempuan seperti benda, bukan manusia, tapi seperti benda. Jadi sebenarnya Islam itu mentransformasikan kemanusiaan dalam hal ini perempuan, lalu dibatasi oleh (ajaran) boleh kawin hanya sebatas 4. Itu adalah bentuk transformasi besar-besaran secara kemanusiaan dan ajaran Islam tentang perempuan,” jelas Masduki.

Ketua Bidang Infokom MUI Ketua KH. Masduki Baidlowi (Ari Saputra).

“Karena apa, karena pertama sebelumnya perempuan tidak dianggap manusia tapi dianggap budak, lalu kemudian karena dianggap benda orang berlaku seenaknya kepada perempuan-perempuan, dan kawin dengan perempuan itu berapa saja nggak ada batas. Bahkan orang Arab, itu kalau punya anak perempuan langsung dibuang dipendam, dibunuh,” lanjut Masduki.

Poligami di zaman sebelum datangnya Islam sangatlah tidak menghargai perempuan. Untuk itu lah Islam datang memberikan ajaran terkait poligami agar perempuan menjadi dihargai.

“Itu lah kenapa saat Islam datang, ‘minazzulumati ilannur‘ itu kan misi transformasi nabi itu adalah ‘minazzulumati ilannur‘, dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang itu adalah memanusiakan manusia terutama perempuan. Itu yang mesti ditangkap, transformasi agama atau nilai protetiknya,” paparnya.

Dengan ajaran poligami yang dibawa Islam, laki-laki yang awalnya dapat menikahi perempuan dengan seenaknya sendiri menjadi dibatasi hanya boleh 4 memiliki maksimal 4 istri. Tujuannya agar laki-laki dapat memperhatikan 4 istrinya namun dengan catatan harus berlaku adil.

“Nah di situ lah sebenarnya nilai transformasi itu, bahwa ‘illa ta’dilu, fa wahidatun‘, bahwa apabila kamu tidak bisa berlaku adil maka satu saja. Allah memberikan batasan-batasan regulasi yang sangat ketat, jadi tidak benar kalau itu bukan ajaran Islam, itu ngarang saja,” ungkap Masduki.