Pandemi Covid-19, Momen Istana Ramai-Ramai Jegal Kebijakan Anies

“Karena melihat situasi jangan-jangan itu (Formula E nanti) tidak sukses kan, karena kecenderungan di banyak dunia menghendaki agar menghindarkan perkumpulan-perkumpulan orang terlalu banyak, seperti tontonan dan sebagainya,” ujarnya di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kemarin (11/3/2020) seperti dikutip Antara.

Ia bilang juga menyampaikan kekhawatiran atas sepinya animo penonton karena Corona adalah hal wajar. “Itu mungkin kalau enggak banyak orang yang nonton kan rugi juga, lalu ditunda, barangkali,” jelas Mahfud.

Dikoreksi Jokowi

Pada 15 Maret 2020, Anies mengeluarkan kebijakan memangkas jam operasional transportasi publik seperti Transjakarta, MRT dan LRT. Namun kebijakan itu berimbas pada penumpukan penumpang Transjakarta keesokan harinya setelah kebijakan itu mulai diberlakukan.

Alhasil, kebijakan itu mendapat “koreksi” dari Jokowi. “Transportasi publik tetap harus disediakan pemerintah pusat dan pemda,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Senin (16/3).

Jokowi juga mengingatkan agar semua kebijakan besar di tingkat daerah mengenai COVID-19 harus dibahas bersama pemerintah pusat.

“Konsultasi dengan kementerian terkait dan Satgas COVID-19,” kata Jokowi.

Sehari setelahnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bahkan mendatangi Balai Kota khusus untuk bicara pada Anies terkait hal tersebut. Dalam kesempatan itu, Tito memperingatkan bahwa kebijakan lockdown (penguncian) merupakan kewenangan absolut pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Tito menjelaskan berdasarkan Undang-undang (UU) nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, terdapat empat jenis pembatasan atau lockdown. Mulai karantina rumah; Rumah Sakit, Wilayah, dan pembatasan sosial yang bersifat massal.

Dalam UU tersebut, terdapat tujuh hal yang harus dipertimbangkan, mulai pertimbangan efektivitas, tingkat epidemi, sampai ke pertimbangan, sosial, dan keamanan. Salah satu yang paling disoroti Pemerintah jika terjadi lockdown adalah berdampak kepada perekonomian.

Dibatalkan Luhut

Pada 30 Maret, Kementerian Perhubungan membatalkan kebijakan Pemprov DKI Jakarta untuk menghentikan mobilisasi angkutan umum bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP) dan Pariwisata dari dan ke luar Jakarta.

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan keputusan ini diambil dengan dalih kebijakan Pemprov DKI Jakarta belum punya “kajian dampak ekonomi” sesuai dengan arahan dari Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang juga Plt Menhub.

Keputusan itu seolah menjadi kontradiktif dengan unggahan Presiden Joko Widodo di akun twitternya pada hari yang sama. Ia mengatakan mobilitas warga dari dan menuju ke Jakarta berisiko memperluas penyebaran COVID-19.

“Delapan hari terakhir, ada 876 bus antarprovinsi yang membawa 14.000-an penumpang dari Jabodetabek ke provinsi lain di Jawa. Belum termasuk yang menggunakan kereta api, kapal, pesawat dan mobil pribadi,” tulis Jokowi.(tirto/glr)