Politik Subuh Ma’ruf, Militansi Ulama dan Upaya Bendung 212

“Setiap kecamatan itu ada perwakilan masing-masing. Insyaallah dengan tekad untuk memenangkan Kiyai Ma’ruf di Pilpres 2019 karena sudah ada amanat dari para kiyai setelah rapat konsilidasi,” ujar Ahmad.

Acara Ma’ruf saat waktu subuh itu tak terjadi hanya sekali. Berdasarkan pengamatan CNN Indonesia, terhitung sudah tiga kali agenda serupa digelar Ma’ruf di waktu subuh.

“Metamorfosa Ma’ruf Amin dari seorang ulama yang sangat dihormati, kembali menjadi seorang politisi “sejati” (real politician), menjelaskan kepada kita betapa besarnya godaan atas kekuasaan.”

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai wajar apabila mantan Rais Aam PBNU itu bergerilya di waktu subuh sebagai momentum deklarasi. Sebab, waktu subuh dimaknai sebagai waktu yang sangat mulia dalam ajaran Islam.

“Di waktu subuh itu dinilai waktu yang sangat istimewa. Dalam ajaran Islam, subuh itu di dalamnya terkandung banyak kebaikan, makanya Ma’ruf menggelar kegiatan itu di waktu subuh,” kata Adi saat dihubungi CNN Indonesia akhir pekan lalu.

Dalam konteks politik, kata Adi, waktu subuh tak hanya dimanfaatkan oleh Ma’ruf sekadar untuk beribadah melalui salat subuh berjamaah dan bertausiah. Akan tetapi, Ma’ruf turut mengkonstruksinya sebagai simbol militansi dan turut menguatkan soliditas dari kelompok-kelompok Islam demi kepentingan politik di pilpres.

Soal subuh juga menurut Adi termaktub dalam surat Al-Muzzammil yang meminta umat Islam bangun dari selimutnya untuk menegakkan salat di waktu subuh.

Menurut dia, shalat subuh berjamaah merupakan ujian militansi bagi umat Islam karena tak semua bisa terbangun dari tidur dan melangkahkan kakinya ke masjid.