Sebagian Ulama MUI Minta Ma’ruf Amin Non-Aktif

Dalam Pedoman Rumah Tangga MUI hanya disebutkan bahwa jabatan Ketua Umum dan Sekjen/Sekretaris Umum tidak boleh dirangkap dengan jabatan politik di ekskutif dan legislatif serta pengurus harian partai politik.

Karena itu Ma’ruf tidak bisa didesak mundur dari jabatan Ketua Umum karena tidak ada aturan yang mewajibkannya. Namun, kata Anwar, memang dari sisi etika diperdebatkan karena jabatan calon wakil presiden yang diemban Ma’ruf saat ini adalah jabatan politik.

“Jabatan itu melekat, orang akan sulit membedakan,” kata Anwar yang juga Ketua PP Muhammadiyah ini.

Karena itulah ada desakan agar Ma’ruf sebaiknya mundur atau setidaknya nonaktif dari jabatan puncak pimpinan MUI.

Secara pribadi, Anwar berharap Ma’ruf mengambil langkah nonaktif dulu dari jabatannya saat ini. Namun keputusan sepenuhnya ada di tangan Ma’ruf karena ini menyangkut etika semata.

“Kalau dari sisi hukum, saya bisa mengingatkan beliau kalau ada yang dilanggar, namun dari sisi etika, tergantung pak Ma’ruf sendiri,” katanya.

MUI secara organisasi menurutnya tidak akan terlalu terpengaruh jika Ma’ruf nonaktif karena kepemimpinan berjalan secara kolektif kolegial.

“Ketua Umum itu yang ditinggikan selangkah, walau dia tidak menjabat, organisasi tetap berjalan,” ujarnya.

Dalam rapat Dewan Pertimbangan beberapa waktu lalu, kata Anwar, dihasilkan dua keputusan. Pertama adalah meminta Ma’ruf untuk nonaktif dan kedua meminta independensi MUI agar tetap terjaga.

Rekomendasi yang kedua jelas harus dijalankan, namun untuk yang pertama kembali lagi ke Ma’ruf.

Sebelumnya Ma’ruf dinyatakan telah nonaktif dari jabatannya. Namun Selasa lalu, ia terlihat hadir di Kantor MUI Pusat untuk memimpin rapat pimpinan.