Soal Freeport, Indonesia Diakali Rio Tinto dan McMoran ?

Inalum mengeluarkan cash tunai sebesar 4 miliar dolar AS yang dibagi atas 3,85 miliar atau senilai Rp55,8 triliun (kurs 14,500) untuk mengakuisi 51 persen saham PTFI tersebut dan 150 juta untuk refinancing.

Sebagai konsekuensinya INALUM harus menyiapkan cash Rp870 miliar-Rp3,4 triliun (rata-rata 1,7 triliun) untuk membayar kupon global bond 6 persen (Detail: 6 persen x 4 miliar USD atau 240 juta dolar AS setara Rp3,4 triliun, Utang jatuh tempo 3 tahun 1 miliar. Kupon 6 persen x 1 miliar dolar AS atau 60 juta dolar AS setara Rp 870 miliar dolar AS).

Apakah INALUM sanggup membayar kupon 6% dan mengkompensasi ketiadaan deviden dalam 3 tahun (2019-2021) dari PTFI?

Inalum menjawab sanggup tapi harus menggerus aset dari perusahaan holdingnya.

Inalum mencatatkan posisi aset per 31 Desember 2015 sebesar 1,14 miliar dolar AS dan utang sebesar 75 juta USD alias ekuitasnya adalah 1,06 miliar dolar AS. Dari aset tersebut yang berupa aset lancar adalah 719 juta dolar AS.

Jika laba 2016 dan 2017 berturut tidak berubah yaitu 79 juta USD maka posisi akhir 2017 aset lancar Inalum diperkirakan adalah 877 juta dolar AS atau setara Rp12 triliun.

Jadi Kupon global bond sebesar Rp 1,7 triliun akan diambil dari aset lancar INALUM sebesar Rp12 triliun. Sampai disini INALUM terlihat gagah meski harus mengaruk kantong sendiri demi sebuah citra INALUM telah menguasai saham PTFI mayoritas.

Setelah tiga tahun menderita, INALUM diprediksi akan memperoleh untung di 2022 dari laba bersih PTFI sebesar 1,5 miliar dolar AS dan keuntungan tersebut semakin besar yaitu 2,1 miliar dolar AS (2023) dan 2,0 miliar dolar AS (2024). Dengan profit demikian diproyeksi Inalum mampu membayar lunas global bondnya 4 miliar dolar AS dalam kurun 5-6 tahun (2027-2028). INALUM tetap optimis.