Takut Ditangkap, Pengkritik Penguasa Mulai Takut Sebut Nama Presiden

Yang menjadi pertanyaan ialah, apakah di dalam sistem demokrasi penuh seperti di Indonesia saat ini bisa diciptakan suasana takut?

Bisa atau tidak bisa, itulah fakta yang terjadi. Demokrasi ala Indonesia memang unik. Di sini, pemilik modal dan bisnis besar bisa ikut mengendalikan jalannya kekuasaan sampai ke hal-hal yang detail. Kebetulan, sebagian pemilik modal adalah pemilik media besar juga.

Nah, di sinilah persoalannya. Suasana takut yang diciptakan oleh penguasa malahan didukung oleh media besar. Mereka mendiamkan langkah-langkah penguasa yang menciptakan rasa takut itu. Bahkan, mereka mendukung penangkapan terhadap para pengkritik.

Sekarang ini, apa saja yang dilakukan oleh penguasa terhadap pengkritik hampir tidak ada media besar mempersoalkannya. Media besar berada di belakang penguasa. Mereka secara berama-sama membentuk opini yang menyudutkan kalangan pengkritik yang jumlahnya kecil. Dan ini semua berlangsung di dalam bingkai demokrasi. Sangat luar biasa!

Totally, unbelievable!

Suka atau tak suka, beginilah praktik demokrasi di negeri kita ini. Para penguasa yang dipilih lewat mekanisme demokratis, bisa berubah menjadi sewenang-wenang yang kemudian disusul oleh munculnya rasa takut di kalangan rakyat khususnya di kalangan pengkritik. Meskipun kesewenangan itu akan terbatas dalam rentang waktu lima tahun atau paling lama 10 tahun.

Di belahan dunia lainnya, proses demokrasi juga dapat dipengaruhi secara tak langsung oleh pemilik uang dan bisnis. Tetapi, peranan mereka di sana tidaklah sampai ke hal-hal mikro. Mereka paling-paling akan mempengaruhi kebijakan makro suatu pemerintahan. Misalnya, langkah-langkah pemerintah seringkali memihak pemilik duit dan bisnis. Seringkali memihak sponsor. (swa)

*Penulis adalah wartawan senior

Oleh Asyari usman