Bubarkan BPIP, Waspada Penyebaran Pancasila Rasa Komunis

3. Sebenarnya secara kasat mata, kita sudah dapat melihat bagaimana secara kultural dan ruh pengelolaan pemerintahan, nilai dasar dan doktrin komunisme itu sudah begitu dalam masuk kedalam darah pengelolaan pemerintahan hari ini. Apakah ini secara sadar atau tidak sadar, mari kita analisa bersama.

Pertama, kita dapat melihat bagaimana pemerintah hari ini seolah merepresentasikan dirinya itu adalah negara. Jadi siapa yang bertentangan dengan kepentingan kekuasaannya akan dianggap musuh negara. Padahal Indonesia ini adalah negara demokrasi bukan negara otoriter.

Kedua, menganggap presiden itu adalah symbol negara. Dan kalau ada yang mengkritik Presiden akan dianggap menyerang symbol negara. Padahal MK telah menghapuskan pasal otoriter ala kolonial ini dalam KUHP. Namun faktanya, banyak rakyat kita yang dipenjara tanpa rasa keadilan.

Dan presiden saat ini begitu dikultuskan seolah tidak terpisah dengan negara. Nah pola menganggap penguasa itu adalah negara, presiden itu adalah negara, semua itu jelas pola yang berlaku di negara komunis. Jadi jangan heran, kalau kita hari ini merasakan bagaiamana sikap otoritarian ini semakin dahsyat namun dibungkus oleh “casing” seolah merakyat. Buktinya, pemerintah hari ini begitu anti kritik dan doyan memenjarakan rakyatnya menggunakan pasal karet (subjective) dari UU ITE.

Ketiga, sejak negara ini berdiri sekarang lah kembali tahap kedua kita merasakan bagaimana pemerintah begitu agresif mengacak-ngacak kehidupan beragama rakyatnya sendiri. Kalau dulu pertama kali era Soekarno, yang memenjarakan ulama kharismatik Buya Hamka, membubarkan Partai Islam Masyumi dan HMI. Soekarno dulu juga sangat agresif terhadap siapa saja yang menentang ajaran  Nasakom. Dan ajaran ini murni infiltrasi PKI ketika itu yang puncaknya adalah pemberontakan G 30 S PKI yang berhasil ditumpas TNI bersama rakyat.

Hari ini kita merasakan juga, bagaiamana Pancasila juga digunakan hanya sebagai “alat gebuk” kepada mereka yang bersebrangan pada penguasa.

BPIP yang kita harapkan dapat mengawal implementasi nilai Pancasila kepada Presiden dan bawahannya, justru dijadikan untuk menyerang agama dan masyatakat.

Seharusnya BPIP ini aktif dan agresif ketika terjadi mega korupsi Jiwasraya, Bumi Putera dan Asabri yang telah merampok uang rakyat trilyunan rupiah. Seharusnya BPIP menegur aparat penegak hukum yang sampai saat ini tidak mampu menemukan hanya seorang Hasin Masiku. Seharusnya BPIP ini aktif menasehati, menegur, para menteri yang kerjanya tak jelas seperti membuat hutang negara yang semakin gila, atau mengkritisi ketimpangan ekonomi, dan kinerja para politisi yang banyak menghambur-hamburkan uang rakyat.

Bukan malah kasak-kusuk menyerang agama. Bukan malah mengeluarkan pernyataan yang membuat gaduh dan kisruh serta berbau adu domba menyebar kebencian. Akhirnya masyarakat jadi tahu bahwa, BPIP hanyalah lembaga symbolitas semata yang notabonenya tidak memahami Pancasila. Kan gila dan parah kalau seperti ini.

Dan sekarang, aura tidak ramah terhadap Islam ini juga kita rasakan kembali. Masalah cadar, celana cingkrang dikaitkan dengan radikalisme. Para menteri dan pejabat lainnya “doyan” mengeluarkan pernyataan nyeleneh terhadap agama Islam. Tak terhitung ulama dan rakyat yang masuk penjara, serta perlakuan diskriminatif lainnya terhadap Islam. Sampai yang tertanam didalam benak publik hari ini itu ; kalau mau jadi pejabat negara di Indonesia, mesti anti dan jauh dari agama. Mesti berani komentar yang berbau pertentangan terhadap agama. Dan kita perhatikan, Presiden hari ini dilingkari oleh tipikal pejabat seperti ini. Bahkan yang kita sayang lagi, seorang wakil presiden yang notabonenya adalah Kiyai, ketua MUI, ulama, tapi seolah bisu ketika banyak sekali perlakuan dan pernyataan yang menyudutkan agama Islam.

Keempat, secara terang-terangan banyak partai politik di Indonesia yang melakukan kunjungan kerja ke partai komunis China. Padahal, komunisme itu haram hukumnya di Indonesia sesuai dengan TAP/MPR/XXVI/Tahun 1966. Dan UU nomor 27 Tahun 1999. Jadi jangan heran kalau pola komunisme, cara main kayu, halalkan segala cara untuk ambisi politik semakin marak dinegeri ini.

Para politisi kita hari ini banyak yang tidak bisa lagi membedakan mana yang halal, haram, semua dihantam. Mana yang oppurtunis dan mana yang nasionalis semakin tak jelas.

4. Style ciri khas ala komunisme itu; jago adu domba, raja fitnah (hoax), ahli propaganda, jago bolak balik fakta, serta mahestro dalam tipu daya.