Derek Manangka: Membaca ‘Konflik’ Jend. Gatot dan Tito

Misalnya, benarkah Panglima TNI merasa ‘dilangkahi’ dan ‘terancam’ oleh supremasi Polri ?.

Pasalnya ada kabar yang menyebutkan, Brigade Mobil Polri mengimpor 5.000 pucuk senjata dari Bulgaria. Salah satu negara di Eropa Timur yang pernah menjadi “satelit”-nya Uni Sovyet di masa Perang Dingin.

Di negara ini, Indonesia menempatkan Duta Besarnya Astari Rasyid, seorang bekas pragawati dan janda mendiang eks Dirut PT Caltex, Harun Al-Rasyid.

Bisa saja ada alasan dan tujuan lain.

Namun saya lebih tertarik melihat dari sudut pandang sejarah reformasi.

Jika saja tidak terjadi reformasi di tahun 1998, kemungkinan besar masyarakat Indonesia, khususnya netizen, tidak akan bisa melihat postingan seperti itu.

Hari itu postingan tersebut muncul, dalam hitungan kurang dari 24 jam, saya perkirakan pihak yang memposting gambar itu sudah diciduk oleh aparat yang ciri-cirinya berpotongan badan tegap dan rambut cepak.

Jika saja tidak ada reformasi, status TNI dan Polri, tidak akan seperti saat ini. Polri tidak terpisah dari TNI atau ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).

Namun berkat reformasi, segala-galanya berubah. Masyarakat tidak lagi melihat Panglima TNI atau siapapun yang berpangkat jenderal sekaliber Wiranto, sebagai sosok yang harus ditakuti.

TNI dan para prajuritnya benar-benar menjadi garda bangsa.

Demikian pula dominasi TNI Angkatan Darat atas semua matra di semua angkatan, dihapus oleh reformasi.