Dr. Tony Rosyid: Beroposisi, Itu Baru High Politics?

Ungkapan dua tokoh PKS ini tidak saja telah mempertegas posisinya sebagai partai oposisi, tetapi juga menjaga tegaknya demokrasi. Ciri demokrasi itu berjalan jika ada checks and balances. Terjadi pertukaran dan dialog gagasan yang satu sama lain saling menghargai. Ini layak disebut high politics. Cirinya? Mengedepankan konsistensi moral dari pada mengejar kebutuhan pragmatis dan larut dalam bagi-bagi kekuasaan. PKS konsisten dalam posisi ini.

Memilih oposisi bukan berarti PKS tidak diterpa godaan, atau malah ancaman. Cerita panggung belakang biasanya lebih dinamis dari apa yang tampak di permukaan. Dan PKS kokoh pendirian serta mampu melewati semua dinamika panggung belakang itu.

Silaturahmi politik? Harus! Kata PKS. Supaya tak salah ditafsirkan, PKS bersedia jumpa dengan Jokowi usai para menteri dilantik dan diumumkan.

Sikap oposisi PKS ini secara idealis telah memberi pelajaran kepada anak bangsa akan pentingnya moralitas dan etika politik. Yaitu politik yang konsisten dan lebih mementingkan perlunya demokrasi untuk manjaga masa depan bangsa agar tetap sehat dan berjalan ke arah yang benar. Untuk itu, dibutuhkan kehadirah partai yang mengambil peran untuk menghidupkan rambu-rambu jika ada kebijakan yang keliru. Bayangkan jika negara dikelola tanpa kontrol, maka tak ada yang mengingatkan jika negara berada dalam bahaya.

Dari sisi strategi, sikap oposisi PKS ini akan menjadi investasi untuk politik jangka panjang. Rakyat akhirnya bisa melihat apa yang diperankan oleh PKS. Pilihan sikap oposisi PKS berpotensi membuka gelombang simpati rakyat secara luas. Tentu, rakyat yang berwawasan terbuka, moderen dan rasional. Bukan rakyat yang semata-mata dikendalikan oleh fanatisme identitas, termasuk identitas ormas dan paham keagamaan misalnya.

Mereka yang tak puas terhadap kepemimpinan Jokowi berpotensi untuk melirik PKS sebagai partai yang layak dipertimbangkan untuk pilihan masa depan.

Disisi lain, sikap PKS ini membuka mata publik bahwa stigma “Islam radikal” oleh sejumlah pihak bisa terpatahkan argumentasinya. Sekali lagi, jika pendekatan dan analisisnya menggunakan logika rasional.

Bukannya PKS didukung oleh HTI? Apapun partainya, mustahil menolak dukungan dari siapapun. Apakah jika PKS didukung orang-orang HTI otomatis PKS itu HTI? Sama pertanyaannya: apakah ketika ada partai yang didukung orang-orang yang berpaham komunis berarti partai itu komunis?