Farid Gaban: Gerakan Wakaf, Modernisasi Atau Pengisapan?

Ini bukan kali pertama Pemerintahan Jokowi melirik dana umat Islam untuk membiayai proyek pemerintah. Empat tahun lalu sempat heboh ketika terbetik kabar Anggito Abimanyu, seorang anggota badan pengelola dana haji, menyiapkan Rp 80 triliun untuk proyek infrastruktur Jokowi. Rencana ini gagal karena diprotes.

Pada 2020, badan pengelola dana haji itu mencatat saldo sebesar Rp143 triliun; sebesar Rp 99 triliun ditempatkan dalam produk investasi (termasuk sukuk) dan Rp 43 triliun ditempatkan di bank syariah. Dana ini bisa lebih cepat menggelembung karena, sesuai UU Omnibus Law, penempatannya dalam bentuk deposito atau surat berharga tak lagi dikenai pajak.

Mewaspadai Investasi Beracun

Surat utang (sukuk) juga bisa diterbitkan oleh perusahaan swasta. Ekonom Budi Hikmat, yang banyak mengamati bursa saham dan obligasi, mengatakan bahwa pasar syariah tumbuh stabil dan tahan goncangan dalam 10 tahun terakhir, bahkan di kala pandemi.

Sukuk (obligasi syariah) menjadi juga makin diminati oleh kalangan swasta/korporasi. “Ada lebih dari Rp 30 triliun lebih sukuk baru tahun ini,” katanya.

Sudah luas diketahui bahwa bank-bank syariah juga mendanai perusahaan-perusahaan swasta besar. Dan kasus Bank Muammalat perlu menjadi catatan khusus. Ketimbang memberi kredit usaka kecil yang banyak dibutuhkan umat Islam, bank syariah pertama itu lebih mengutamakan memberi kredit kepada usaha besar produsen sawit dan pertambangan yang merusak lingkungan.

Lebih buruk lagi, Muammalat terancam kolaps ketika kredit perusahaan-perusahaan besar tadi banyak yang macet.

Mengisap Sumber Daya Langka Di Pedesaan

Singkat kata: potensi ekonomi umat Islam, khususnya dari wakaf, sangat besar. Tapi, dengan ekosistem perbankan dan keuangan syariah model pemerintah kini, dana umat Islam akan lebih banyak mengalir ke atas. Mengisap sumber daya dari bawah, termasuk dari petani dan nelayan di desa-desa yang ingin berwakaf hanya karena memenuhi ajaran agama.

Pengalaman yang sudah-sudah menunjukkan, dana itu akan lebih banyak dipakai untuk membiayai proyek pemerintah dan perusahaan besar ketimbang untuk membiayai proyek tanam cabe, ternak kambing atau kolam lele yang bisa memberdayakan ekonomi di pedesaan.

Sudah lama pemerintah memperkenalkan kredit usaha kecil dan rakyat (KUR) lewat perbankan. Tapi, serapannya sangat kecil.