Farid Gaban: Gerakan Wakaf, Modernisasi Atau Pengisapan?

Saya tidak melihat membuat masjid, madrasah, dan makam sebagai kegiatan konsumtif. Namun, saya sependapat bahwa sebagian dari wakaf sebaiknya juga dipakai untuk pemberdayaan ekonomi umat Islam pedesaan yang masih dihantui kemiskinan.

Tapi, apakah Gerakan Wakaf yang dicanangkan Presiden Jokowi benar-benar diprioritaskan untuk pembangunan ekonomi petani dan nelayan desa yang sebagian besar memang beragama Islam?

Atau, tidakkah ini hanya cara Pemerintahan Jokowi menangguk dana umat Islam untuk membiayai obsesinya terhadap infrastruktur serta bisnis berinvestasi besar di tengah defisit keuangan negara?

Proyek Negara

Gerakan Nasional Wakaf adalah program pemerintah (negara). Gerakan ini dimotori oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang diketuai oleh presiden, bekerja sama dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI), yang juga merupakan lembaga negara.

Bukan kebetulan jika Menteri BUMN Erick Tohir kini juga menjabat Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), yang antara lain bertekad membangun lembaga keuangan syariah hingga pedesaan.

Potensi aset wakaf Indonesia sekitar Rp 2.000 triliun, dan sekitar Rp 188 triliun dalam bentuk uang. Pemerintah berharap bisa mendongkrak jumlah wakaf uang lebih banyak lagi, yang kelak akan dikelola antara lain oleh Bank Syariah Indonesia (BUMN yang akan diresmikan Februari nanti).

Tak berhenti di bank besar skala nasional. Salah satu program nyata dari gerakan nasional ini adalah memperluas kanal penerimaan wakaf uang, yakni perbankan syariah dan lembaga-lembaga keuangan mikro syariah hingga pedesaan.

“Mereka harus menyebar merata untuk melayani masyarakat yang ingin berwakaf di seluruh Indonesia,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

Komite Nasional Ekonomi Syariah yang diketuai presiden itu kini juga punya program untuk membentuk unit-unit pengelola zakat, infaq, dan sedekah (UPZIS) hingga tingkat kelurahan/desa, dengan mengerahkan mahasiswa kuliah kerja nyata.

Dan bagaimana pemerintah tidak ngiler. Satu bank syariah kecil di Provinsi Gorontalo (Sulawesi), misalnya, bisa mengelola dana dari 1.000 masjid.

Menambal APBN

Wakaf dalam bentuk uang memang lebih diminati oleh pemerintah, karena bisa dimainkan di pasar saham dan obligasi syariah (sukuk). Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah menyiapkan instrumennya, yakni Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), di samping penerbitan Sukuk Negara yang sudah berlangung lebih lama. Obligasi dipakai untuk mendanai proyek negara.

Sri Mulyani mengatakan, pada tahun ini akan ada proyek pemerintah di 11 kementerian yang dibiayai melalui instrumen Surat Berharga Syariah Negara (sukuk negara), senilai Rp 2,7 triliun.

Luky Alfirman, seorang dirjen di Kementrian Keuangan, secara terus terang mengatakan: “sukuk wakaf juga akan digunakan untuk pembiayaan APBN, meringankan beban fiskal untuk program-program sosial.”

Sejumlah bank syariah mulai bergerak menyambut baik program pemerintah. Bank Muammalat, bank syariah pertama di Indonesia yang sempat terancam pailit, kini juga membuat layanan baru, salah satunya berwakaf uang secara digital.

Bank Muammalat bangkit kembali berkat suntikan Rp 3 triliun dana haji lewat Badan Pengelola Keuangan Haji, yang juga merupakan lembaga negara.