Hersubeno Arief: Budi Gunawan, Orang Kuat Baru Indonesia

Sebuah praktik demokrasi out of the box, bahkan diluar nalar pikiran kita semua. Beyond our imagination.

Semua hil yang mustahal ini bisa terwujud berkat peran seorang aktor utama bernama BG.

Fakta itu menunjukkan BG mempunyai otoritas, kekuatan jaringan, kemampuan, sumber daya, dan yang paling penting: Dipercaya. Baik oleh kubu Jokowi, khususnya Megawati maupun kubu Prabowo.

Tangannya menjangkau jauh ke dalam partai politik, dan pengambil keputusan di dua kubu yang berseteru. Dua kekuatan yang dalam setahun terakhir saling bertentangan secara diametral. Dua kubu yang membelah Indonesia menjadi cebong dan kampret.

Dengan perannya itu, kita tidak perlu kaget bila dalam beberapa tahun ke depan BG akan memegang posisi penting dan memainkan peran yang lebih besar dalam pemerintahan Jokowi.

Dia akan menggantikan peran-peran tokoh yang selama ini mendominasi pentas politik nasional seperti Luhut Panjaitan. Menjadi orang kepercayaan dan tangan kanan Jokowi.

Perannya bahkan akan lebih kuat, mengingat kedekatannya dengan Megawati. Melalui PDIP Megawati adalah pemegang saham terbesar pemerintahan Jokowi.

Tidak terduga

Barangkali banyak yang tidak menduga, BG akan mencapai posisi sentral seperti sekarang.

Karirnya nyaris habis ketika dia ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal masa jabatan Jokowi (2015). Saat itu Jokowi sudah menominasikannya sebagai Kapolri dan DPR menyetujuinya.

Jokowi ternyata menolak melantik BG ketika dia berhasil memenangkan gugatan pra peradilan atas KPK. Dia kemudian harus “menyingkir” menjadi Kepala BIN. Jabatan sebagai Kapolri akhirnya diberikan kepada juniornya Tito Karnavian.

Dengan peran baru sebagai Kepala BIN, BG lebih banyak bekerja di balik layar. Justru dengan posisinya itu dia bisa lebih banyak melakukan kerja-kerja politik, lepas dari sorotan publik. Sebuah peran yang tak mungkin dia jalankan bila menduduki posisi Kapolri.

Hubungannya yang sangat dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati, membuat BG punya akses dan peran istimewa di dunia politik.

Bagaimanapun PDIP adalah partai terbesar. Partai pemenang pemilu. Jokowi, seorang kadernya, seorang petugas partai menjadi presiden. Jadi Megawati menjadi semacam ‘Godmother’. Pemegang kekuasaan sesungguhnya secara informal dan secara organisasi berada di atas Jokowi.

Sebagai mantan ajudan ketika Megawati menjadi presiden, kini peran BG berubah menjadi seorang “partner.” Peran yang melengkapi dan mengisi kekosongan yang dulu diperankan oleh suami Megawati, almarhum Taufik Kiemas (TK).

Semasa Kakak TK —begitu dia biasa dipanggl kalangan dekatnya—masih hidup, dia menjadi semacam jembatan politik bagi Megawati.

Dia bisa mempertemukan berbagai kekuatan yang berseberangan, duduk dalam satu meja. Termasuk tokoh-tokoh Islam yang sering berposisi diametral dengan PDIP dan Megawati.

Latar belakang TK sebagai anak tokoh Masjumi di Palembang, membuatnya tidak kesulitan menembus sekat-sekat itu.

Megawati tampaknya sudah menemukan partner baru. Partner menjalankan peran yang dimainkan TK di masa lalu.

Dilihat dari usia BG (60 th), jauh lebih muda dibanding Megawati (72 th), dia bukan hanya berperan sebagai partner, tapi juga bisa menjadi salah satu kader penerus kekuasaannya.

Kemunculan BG di publik dan momen-momen politik penting, bisa dilihat sebagai tahap awal pengenalannya (brand awareness) kepada publik pemilih Indonesia.

Jika BG dipersiapkan sebagai the next leader (2024), dia tidak boleh terus berada di dunia remang-remang. Dunia intelijen di balik layar. Dia harus lebih sering tampil di muka publik.

Dalam marketing politik dikenal rumus baku: Popularitas, disukai (likeness) dan elektabilitas. Kalau mau terpilih haruslah populer terlebih dahulu, dan kemudian disukai publik.

Peta dunia persilatan politik Indonesia bakal tambah seru dan menarik. Kita sudah bisa membayangkan serunya persaingan Pilpres 2024 sejak dari sekarang.

Selamat datang pak BG. Semoga beruntung. [end]

Penulis; Hersubeno Arief