HRS, LELAKI Di Antara Maut Dan Penjara



Pada tanggal 11 April 2003, saat saya dan seorang kawan berangkat ke Yordania, dengan tujuan untuk masuk ke rakyat Iraq membawa bantuan kemanusiaan, ternyata, di Bandara ‘Amman, ibukota Yordania, kami berdua ditahan dan tidak diizinkan masuk. Padahal, kami telah mendapat Multiple Visa untuk keluar masuk Yordania beberapa kali selama 6 bulan. Visa tersebut kami peroleh dari Kedutaan Besar Yordania di Jakarta pada tanggal 21 Maret 2003.

Sempat terjadi perdebatan antara kami dengan pihak imigrasi dan intelijen Kerajaan Yordania, karena alasan penolakan mereka terhadap kami tidak jelas. Setelah ditahan beberapa jam, akhirnya mereka mengakui jika penolakan kami dilakukan demi keamanan nasional. Kami pun dialihkan ke penerbangan menuju Dauhah-Qathar. Dan selanjutnya diterbangkan ke Kuala Lumpur-Malaysia.

Hal tersebut terjadi karena tidak terlepas dari posisi Yordania yang telah mengabdikan diri kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Sehingga mereka harus menolak kedatangan siapa pun yang tidak di sukai Sang Tuan.

Belakangan, pada pertengahan tahun 2004, seorang koresponden televisi Al-Jazeerah untuk Indonesia, Ustman Al-Bathiri, saat ke Yordania, beliau ditahan dan diinterogasi oleh pihak Intelijen Kerajaan. Dalam interogasi tersebut antara lain beliau ditanyakan tentang hubungannya dengan saya selaku Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) dan Ust. Abu Bakar Ba’asyir selaku Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Dan dimintai keterangan pula tentang pandangan dan peranan kami seputar perlawan terhadap hagemoni Amerika Serikat di Asia Tenggara. Info ini saya dengar langsung dari yang bersangkutan pada awal bulan Ramadhan 1425 H.

Selain itu, pada pertengahan 2004, Al Habib Muhsin bin Ahmad Alattas, Ketua Majelis Syura DPP FPI, selaku Dewan Penasihat Forum Arimatea secara bersama-sama dengan pengurus Arimatea lainnya mengajukan permohonan visa kunjungan sosial ke beberapa negara Eropa. Menariknya, seluruh anggota rombongan dikabulkan permohonan visanya, sedang beliau ditolak tanpa alasan yang kuat.

Namun demikian, saya bersyukur pada tanggal 19 Sya’ban 1425 H/3 Oktober 2004 M, saya bersama istri, Syarifah Fadlun Yahya, berhasil memasuki Saudi Arabia untuk melaksanakan ‘Umrah setelah 13 tahun saya tidak pernah punya kesempatan ‘Umrah. Dan istri saya yang tidak pernah ‘Umrah, karena memang kami tidak punya kemampuan finansial yang memadai.

Dengan rahmat dan berkah Allah SWT,  kami berdua diajak dan dibiayai oleh seorang kawan untuk ber’umrah. Sempat terjadi sedikit kekhawatiran saat menghadapi pemeriksaan imigrasi di Bandara Jeddah Internasional, tapi alhamdulillah tidak ada halangan yang berarti, akhirnya kami diizinkan masuk hanya untuk berumrah.

Jadi jelas, Amerika Serikat dan sekutunya akan terus mendorong kaki tangannya untuk melakukan tekanan terhadap pihak mana pun yang tidak disukainya.

Ketidaksukaan Amerika Serikat terhadap FPI berawal dari Gerakan Anti Maksiat yang makin marak di tanah air. Warga AS yang banyak berkeliaran di Indonesia merasa terusik, karena kehadiran mereka di sini bukan sekedar bertujuan wisata. Mereka banyak ikut menyemarakkan kema’siatan, bahkan mereka adalah sumber ma’siat.

Puncak kebencian Amerika Serikat terhadap FPI adalah mencuatnya issu “sweeping” warga AS beberapa jam setelah penyerangan biadab AS terhadap Afghanistan,pada 19 Rajab 1422 H / 7 Oktober 2001 M. FPI mengkampanyekan secara besar-besaran “Aksi Anti AS” termasuk issu sweeping tersebut ke seantero negeri, sehingga ribuan turis bule serta merta lari meninggalkan Indonesia, dan ribuan lainya membatalkan rencananya ke Indonesia.

Para bule yang berdomisili di Indionesia merasa takut keluar dari rumah tinggalnya. Sedang seluruh aset AS yang ada di Indonesia mendapatkan pengawalan ketat oleh aparat atas tuntutan AS. Issu sweeping tadi baru sampai taraf wacana sebagai psy war, namun mereka sudah ketakutan setengah mati.

Amerika selama ini selalu menuding berbagai kelompok Islam di dunia, termasuk FPI, sebagai pelanggar HAM. Ternyata Human Right Watch (HRW), sebuah lembaga Pemantau HAM Internasional yang berkedudukan di New York-USA, lewat laporan tahunannya yang dituangkan dalam Human Right Reprot 2002, menyatakan bahwa Amerika Serikat adalah pelanggar HAM terbesar di dunia. Laporan itu diterbitkan pada 2 Dzul Qa’dah 1422 H/16 Januari 2002 M setelah mengkaji aneka pelanggaran HAM dunia sepanjang tahun 2001.

Benar kata pepatah: “Semakin tinggi pohon menjulang semakin kencang angin menerjang”. Begitulah yang dialami FPI, puluhan aktivisnya keluar masuk penjara, tidak terkecuali saya selaku ketua umumnya.

Pada tanggal 9 Sya’ban 1423 H/16 Oktober 2002 M, saya dipenjara dalam Rumah Tahanan Polda Metro Jaya tanpa alasan yuridis yang jelas. Kemudian dilanjutkan dengan tahanan rumah, lalu penangguhan penahanan hingga 18 Safar 1423 H/20 April 2003 M.

Dan pada tanggal 19 Safar 1423 H/21 April 2003 M, saya kembali dijebloskan ke penjara. Kali ini ke Rumah Tahanan Salemba. Ini pun tanpa alasan hukum yang benar.

Namun, dengan pertolongan Allah SWT ternyata sampai hari ini FPI tetap eksis dan tetap konsisten dengan perjuangan amar makruf nahi munkar. Alhamdulillah.

Saat saya merampungkan risalah ini, saya berada di sel No. 19 Blok R dalam Rutan Salemba di Jakarta Pusat.

Saya sangat paham dan mengerti bahwa penahanan itu merupakan bagian dari upaya pemberangusan FPI dan gerakan amar makruf nahi munkarnya. Alasan dibuat, pasal berlapis disiapkan dan kezholiman atas nama hukum dilakukan.

Kedahsyatan badai tudingan terhadap perjuangan FPI dalam ber-amar makruf nahi munkar telah mendorong kami untuk membuat sebuah risalah yang menghimpun berbagai tuduhan tersebuat dalam bentuk dialog tanya jawab. Sekaligus untuk berbagi informasi dan pengalaman sesama ikhwan yang concern terhadap perjuangan amar makruf nahi munkar.

Risalah ini bukan dialog imajiner. Semua pertanyaan yang ada dalam risalah ini bukan sekedar imajinasi penulis. Tapi merupakan pertanyaan dan pernyataan riil yang penulis dapatkan dari berbagai kalangan dalam aneka ragam kesempatan.

Harapan kami semoga risalah ini bisa menjadi panduan bagi para pejuang amar makruf nahi munkar di mana pun mereka berada, dan menjadi obat mujarab bagi mereka yang menderita penyakit keraguan, serta menjadi hujjah yang kuat terhadap para penghujat.

Kekurangan dan kekhilafan yang ada dalam risalah ini semata-mata karena kelemahan dan kebodohan penulis. Ada pun kelebihan dan kesempurnaan yang terdapat di balik risalah ini semata-mata karena pertolongan Allah SWT. Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Sempurna.

Rumah Tahanan Salemba 18 Jumadits Tsani 1424 H

17 Agustus 2003 M

Penulis” (Muhammad Rizieq Shihab)

***

Sekarang, silakan pembaca renungkan sendiri arti tulisan HRS dihadapkan dengan situasi sekarang yang tengah diterimanya. Tentu pembaca akan menyimpulkan bahwa dia tidak baru kali ini menghadapi penjara dan maut, bukan?

Catatan: Penulis ini pernah bekerja sebagai wartawan. Maksudnya, jangan ajari penulis mana fakta mana ilusi, mana framing, mana stigma

(rmol)