Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Untuk Siapa?

Tidak pakai APBN

Saya juga ingat, waktu rapat Menko Rizal Ramli mewanti-wanti bahwa tidak akan ada dana APBN yang disertakan.

Menkeu Bambang Brojo bahkan berulang-ulang menyatakan tidak setuju menggunakan APBN, baik sebagian apalagi seluruhnya. Yang seru, Menhub Jonan berkali-kali menyatakan tidak setuju proyek ini.

“Jakarta-Bandung sudah dilayani Kereta Parahiyangan. Ada beberapa maskapai yang terbang untuk rute ini. Begitu juga cukup banyak perusahaan travel yang mondar-mandir. Jadi untuk apa lagi kereta api cepat?” tukar Jonan, sengit.

Menhub yang satu ini ternyata konsisten dengan sikapnya. Itu dibuktikan dengan ketidakhadirannya pada ground breaking proyek yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Jonan mbalelo? Mungkin saja.

Uniknya, Rini malam itu terlihat ngotot. Dia mati-matian berusaha meyakinkan rapat, bahwa proyek kereta api cepat ini sangat penting, dibutuhkan rakyat, akan memperpendek waktu tempuh, bla bla bla… Begitu bernafsunya Rini, sampai-sampai Jonan bertanya, “kenapa ibu Rini begitu semangat?” Kalau tidak salah ingat, dia mengulanginya hingga 2-3 kali.

Saya melihat Rizal Ramli senyum-senyum sendiri melihat ‘debat’ Jonan vs Rini. Saya tidak tahu, apa makna senyum-senyum ‘misterius’ tersebut. Namun belakangan, saya baru paham.

Rini memang bisa disebut saat itu orang yang paling bertanggungjawab atas proyek ini. Saya katakan “saat itu” karena memang waktu itu belum muncul manusia super bernama Luhut Binsar Pandjaitan. Hehehe…

Kalau tidak salah, Sofyan sempat bertanya, jika ternyata kelak konsorsium BUMN sebagai pemilik KCJB tak bisa membayar kewajiban kepada Cina, apa solusinya? Dengan enteng Rini menjawab, kita minta mereka duduk lagi untuk merestrukturisasi utang, termasuk penjadwalan ulang pembayarannya.

Sebagai Menteri BUMN Rini Soemarno sempat menyampaikan pujian dan berterimakasih kepada China. Alasannya, Negara Tirai Bambu tersebut mau terlibata dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang digarap oleh PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).

Kembali senyum misterius Rizal Ramli. Juli silam, dia menulis, “Rini Soewandi jangan ngilang dong? Ada berita kick back-nya lho,” kata RR lewat akun Twitter pribadinya @RamliRizal, Sabtu (10/7/2021).

Rini memang layak dimintai pertanggungjawabannya atas babak-belur dan ruwetnya proyek kereta api cepat ini. Apalagi, dia pernah bilang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan selesai 50% pada 2019 dan rampung pada 2021.

Ngomong-ngomong soal kick back, saya pernah berhalusinasi (?). Jika benar ada uang pelumasnya, 1% saja, wuiiihhh…. Biaya awal pembangunan KCJB adalah US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp 86,5 triliun. Jika –ini jika, lho– ada kick back 1% saja, maka nilainya mencapai Rp865 miliar. Wuidihhh… Berapa kalau 2%, 5% dan seterusnya? Ah, sudahlah. Kalau pun ada, itu kan “rejeki” orang lain.

Ganti Jagoan

Bagaimana sekarang? Sepertinya KCJB terancam. Seperti bisa, kalau merasa kepepet, Jokowi akan mengeluarkan jurus pamungkas. Menugaskan jagoan andalannya, Luhut Binsar Pandjaitan.

Lelaki yang oleh sebagian publik digelari Menko Atasi Segala Urusan (Menko ASU) ini kembali mendapat tugas baru sebagai Ketua Komite Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Surat tugasnya dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

Saya tidak tahu persis, apa pertimbangan Jokowi nekat meneruskan proyek ini. Dia bahkan tak segan-segan menjilat ludah sendiri. Lewat Perpres Nomor 93 Tahun 2021 Jokowi mengizinkan penggunaan dana APBN untuk membiayai KCJB.

Padahal sebelumnya dia sudah menyatakan tidak akan menggunakan ABPN. Tapi, untuk urusan mencla-mencle alias tak konsisten, eks tukang mebel asal Solo ini kan memang jagonya.

Yang jadi soal kini, apa makna dilibatkannya APBN dalam proyek KCJB? Bukankah review Boston Consulting Grup sejak awal menyatakan proyek ini tidak layak? Tidak ekonomis? Bukankah sebelumnya telah dideklarasikan, bahwa proyek ini murni business to business alias B to B? Hanya antar perusahaan, yaitu konsorisum empat BUMN dan perusahaan Cina?