Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Untuk Siapa?

Rakyat harus mensubsidi?

Satu hal yang pasti, suntikan APBN ke proyek kereta cepat bakal mengganggu efektivitas APBN bagi pembangunan.

Bukankah keputusan Jokowi ini berdampat pada terjadinya pergeseran alokasi anggaran APBN 2022 yang telah ditentukan? Bukankah di saat pandemi, pemerintah fokus dan serius dengan alokasi untuk perlindungan sosial? Belum lagi alokasi anggaran dan belanja rutin lainnya, termasuk pembayaran pokok dan bunga utang. Nah, kira-kira pos anggaran mana yang bakal digeser?

Pertanyaan lain, kalau KCJB adalah proyek bisnis, kenapa rakyat yang harus ikut menanggung? Dengan harga tiket minimal Rp 400.000 sekali jalan, siapakah kelak yang bakal menjadi penumpangnya? Rakyat yang mana? Kalangan menengah-atas? Berapa banyak dari mereka yang mau? Bukankah penumpang yang tak punya kendaraan sendiri juga harus membayar ongkos taksi dari dan ke stasiun kereta? Dengan jumlah penumpang yang pasti tidak banyak, sampai kapan titik impas bakal tercapai? Bagaimana jadinya kalau dalam operasionalnya terus dan terus merugi? Bukankah light rail transit (LRT) di Palembang yang babak-belur karena terus-terusan rugi bisa jadi pelajaran berharga?

Pertanyaan sederhananya, kenapa proyek ini ngotot dan terus dipaksakan? Bukankah akhirnya jadi beban negara dan rakyat? Sebagai pembayar pajak, apakah Anda rela uangnya digunakan untuk mensubsidi kereta cepat? Kalau saya tidak. Tidaaaak! Tapi sebagai rakyat, kita bisa apa? Protes? Aksi demonstrasi? Emang ngaruh? Sudah bagus kalau tak diciduk dengan dalih melanggar UU ITE.

Jokowi memang dikenal sangat ugal-ugalan dalam hal pembangunan infrastruktur. Jalan tol, bandara, dan pelabuhan dibangun dengan serampangan. Entah ada studi kelayakannya atau tidak.

Faktanya berbagai proyek tadi akhirnya mubazir. Ada bandara Kertajati yang disulap jadi bengkel pesawat karena sepi penumpang. Ada pelabuhan yang tak punya akses jalan. Ada bendungan yang tak ada saluran irigasi.

Atau, kalau pun ada studi kelayakannya, apakah mampu membatalkan syahwat membangun proyek? KCJB adalah contoh yang terang benderang. Boston Consulting Group sejak awal menyatakan proyek ini tidak layak.

Tapi kenyataannya kan tetap saja menggelinding. Walau pun makin ke sini makin ngawur dan amburadul.

Tapi Jokowi tak peduli dan tidak mau tahu. Dia terus saja sibuk dan membabi-buta mencari utangan. Padahal kalau mau jujur, infrastruktur yang dimaksud itu tak lebih dari bisnis.

Bisnis bagi pemilik proyek, bagi RRC yang datang dengan utangan, tenaga kerja, dan bahan baku. Juga, bisnis bagi para pemburu rente. Termasuk bisnis buat pejabat yang getol mempromosikan dan sekaligus jadi makelar proyek.

Anda tentu tahu siapa yang saya maksud, kan?  [FNN]

 

*) Wartawan senior FNN. [FNN]