Tokoh Berpengaruh Buruk?

Salah satu yang terurai dari sebab mendapat pemeringkatan adalah karena Jokowi dinilai sebagai politisi “bersih” menghindari korupsi dan nepotisme yang biasa menjangkiti kalangan politisi. Ayahnya adalah pengusaha furnitur kecil yang kadang sulit memenuhi kebutuhan keluarga. Selama kampanye mempertahankan “tradisi blusukan” yakni terjun langsung mendengarkan keluhan rakyat. “Pendekatan ini membuatnya mengerti apa yang menjadi saran serta kritikan dari masyarakatnya, dan menikmati relasi kuat dengan publik” demikian Kompas.com.

Publikasi “The World”s 500 Most Influential Muslims” berangka tahun 2020. Jadi berbicara tahun depan. Ironinya kini pada item di atas saja sudah menjadi pertanyaan publik. Apakah benar Jokowi bersih, apakah benar menghindari korupsi ? Bagaimana dengan riwayat dugaan saat menjadi Walikota Solo dan Gubernur DKI yang juga disorot ? Berapa besar harta yang dimiliki kini di negeri dan luar negeri ? Bukankah Jokowi juga yang setuju pada pelemahan atau “pembunuhan” KPK melalui revisi UU KPK yang menghebohkan. Nah Tempo membuat bayangan Pinokio. ICW pun sudah minta agar awward Anti Korupsi Jokowi dicabut.

Lalu dukungan usaha anaknya dan muncul pencalonan anak menjadi Walikota Solo tidak masuk bagian dari nepotisme ? Tradisi blusukan itu apakah riel bagian dari mendengarkan keluhan rakyat yang membuat “mengerti apa yang menjadi saran  serta kritikan” dari masyarakatnya atau bagian dari pelestarian “tradisi pencitraan” ?

Faktanya di tengah keprihatinan rakyat soal kenaikan harga bahan pokok, tarif BPJS, listrik dan air minum, asap kebakaran hutan, krisis Wamena, dan aksi mahasiswa justru bahagia mensupport rencana “Konser Pemersatu Bangsa” para musisi menjelang pelantikan. Bersiap “jingkrak jingkrak” di tengah penderitaan rakyat. Kepedulian dan perasaan kerakyatan yang lemah.

Rupanya penghargaan peringkat 13 Muslim dunia yang paling berpengaruh di tahun 2020 dengan reputasi sebelumnya sulit untuk terbukti. Terlalu banyak pertanyaan dan kesiapan mengubah perilaku politik untuk itu. Kecuali jika pertanyaan berlanjut yakni “most influential muslim” nya itu pada pengaruh baik atau pengaruh buruk?

“That is the question” kata William Shakespeare.

Penulis: M. Rizal Fadillah, Aktivis Senior

Bandung, 7 Oktober 2019 (*end/sumber)