Rasulullah Wafat Dalam Keadaan Dimiskinkan, Masih Gila Harta?

Disebutkan dalam riwayat Imam Muslim, bahwa ‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq berkata, “Demi Allah, kami belum pernah makan kurma sampai kenyang”, pungkas Ummul Mukminin ini, “Kecuali setelah penaklukan Khaibar.”

Jika istri sang Nabi berkata demikian, tegakah jika saat ini kita amat berambisi dengan makanan berlebihan meskipun halal? Tegakah kita menjadwalkan makan di mana dengan menu apa, sementara Nabi dalam riwayat ini, tak pernah kenyang dalam tiga hari berturut-turut?

Dalam lanjutan riwayat ini disampaikan, “Tidak pernah sekali pun keluarga Muhammad memakan roti dari Sya’ir sampai kenyang selama dua hari berturut-turut.” Sya’ir adalah roti yang berasal dari gandum.

Duhai diri, apakah ini tak cukup menjadi perenungan kita? Bahwa mereka yang dijamin surga itu, tak pernah makan makanan yang mewah. Mereka yang namanya disebut dalam puji-pujian sepanjang hari, adalah sosok yang menjaga diri dari makanan berlebihan. Bahkan, tak pernah kenyang dalam dua hari berturut-turut.

Sementara itu, sebagaimana disebutkan oleh Anas bin Malik sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah diwafatkan oleh Allah Ta’ala, sedangkan beliau belum pernah menikmati daging kambing bakar.”

Kondisi inilah yang membuat Abdurrahman bin Auf menangis ketika disuguhi makanan yang lezat. Sosok kaya raya yang terdepan dalam shalat dan jihad serta dijamin masuk surga ini berkata, “Sungguh, sahabat-sahabat kami telah wafat.” Namun, lanjutnya tersedu-sedu, “Mereka belum pernah melihat yang seperti ini.”

“Bahkan”, pungkasnya kemudian, “Mush’ab bin Umair yang lebih baik dari kami, ia belum pernah melihat makanan yang seperti ini.”

Maka, orang-orang beriman tak pernah risau dengan harta. Mereka mengerti, tak masalah menjalani hidup dalam kaya ataupun miskin. Sebab kaya yang bersyukur dan miskin yang sabar adalah dua jalan yang sama-sama bisa digunakan untuk memasuki surga. [Pirman/kisahikmah]