Teguran Allah SWT Lewat Terong dan Pernikahan Bahagia

Ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong dan segera melangkah ke atap rumah itu, ia mencium bau masakan yang membuat air liurnya keluar.

Dengan dua kali lompatan ia sudah berada di atap rumah tersebut dengan segera menuju dapur, dilihatnya beberapa terong yang baru saja direbus.

“Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung memakan terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi,” katanya. Namun, ketika hendak menelannya, nuraninya mengusiknya.

Ia berkata,”Astagfirullah Auzubillahi minasy syaithan rajim. “Aku mencuri? Aku mencuri? Mana imanku? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Aku seorang muazin di masjid seorang penuntut ilmu, murid seorang ulama besar tetapi berani masuk ke rumah orang lain dan mencuri? Astagfirullah ini tidak boleh terjadi.”

 

Akhirnya ia langsung mengeluarkan semua terong yang sudah ia mamah di mulutnya, mengembalikan terong yang telah ia gigit. Air matanya terbit, menyesali perbuatannya dan merasa telah melakukan dosa besar. Ia kembali ke masjid dan sepanjang jalan terus beristigfar.

Usai sholat ashar, ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang guru di masjid sambil terus memikirkan perbuatannya siang tadi yakni mencuri terong.

Usai pengajian dan semua orang telah pergi, tiba-tiba datang seorang wanita dengan memakai cadar muka menghampiri gurunya dan berkata kepada gurunya dengan ucapan yang sama sekali tidak dapat ia dengar.

Setelah itu gurunya memanggilnya karena tidak ada orang lain lagi di sekelilingnya dan bertanya apakah kamu telah menikah?

“Belum jawabnya.”

Guru bertanya lagi, “Apakah kamu ingin menikah?”

Ia terdiam perutnya semakin melilit, ia tidak memikirkan menikah tetapi memikirkan nasib perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan. Kemudian guru mengulangi lagi pertanyaan dan menjawab.