Tukar Uang Jelang Lebaran, Apakah Riba? Ini Penjelasan UAS dan Buya Yahya

eramuslim.com – Apakah Boleh Menukar Uang Jelang Lebaran Menurut Syariat Islam? Riba kah? Berikut Penjelasannya dari Ustaz Abdul Somad dan Buya Yahya.

Masyarakat Muslim Indonesia punya kebiasaan menukar uang pecahan besar dengan pecahan kecil yang masih baru saat menyambut Idul Fitri. Uang pecahan ini sangat dibutuhkan untuk dibagikan kepada sanak saudara atau tamu, terutama anak-anak di Hari Raya. Kebiasaan ini masih berlanjut hingga kini, termasuk dalam menyambut Idul Fitri 1444 Hijriah yang akan tiba dalam waktu kurang dari dua pekan.

Penukaran uang pecahan ini bisa dilakukan di berbagai tempat, baik melalui perbankan maupun jasa yang ditemukan di pinggir jalan, terminal, atau pelabuhan.

Namun, sebagian penyedia jasa penukaran uang membebankan biaya administrasi. Biaya administrasi ini bisa dibayarkan terpisah atau langsung dipotong dari jumlah uang yang ditukar.

Lalu, bagaimana pandangan Islam mengenai hukum menukar uang Lebaran? Apakah cara penukaran uang dengan biaya administrasi seperti ini halal dan sesuai dengan ajaran Islam?

Berikut penjelasan dari UAS dan Buya Yahya:

 

Hukum menukar uang saat lebaran

Pembahasan mengenai hukum menukar uang saat lebaran pernah dijelaskan oleh Dai Kondang Ustadz Abdul Somad. Khususnya jasa penukaran uang dengan sistem selisih pada saat melakukan transaksi.

Misalnya jika ingin menukar Rp 10.000 dengan pecahan Rp 1.000, si penukar hanya memperoleh pecahan Rp 1.000 sebanyak sembilan lembar atau totalnya menjadi Rp 9.000.

Itu artinya ada selisih saat melakukan transaksi penukaran uang, yang kemudian banyak diperdebatkan soal hukumnya dalam pandangan islam. Praktik bisnis penukaran uang yang seperti itu, kata Ustad Abdul Somad, adalah riba.

Hal itu seperti dikutip dari penjelasan Ustad Abdul Somad dalam sebuah video pendek ceramahnya yang diunggah oleh kanal YouTube Islami Post Official.

“Seorang memberikan jasa penukaran uang. Uang Rp 10 ribu ditukar dengan uang Rp 1 ribu sebanyak sembilan lembar.

Apakah ini termasuk riba? ujar pria yang akrab disapa UAS tersebut membacakan pertanyaan dari salah satu jamaah.

“Riba,” jawabnya.

Ustad Abdul Somad mengatakan, setiap barang yang sama jenisnya jika ditukar bertambah jumlahnya, maka termasuk riba.

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam.

Kalau bertambah, maka dia riba. Maka jangan lakukan” jelas dai kondang asal Riau tersebut.

Berikut tayangan video penjelasan lengkap Ustadz Abdul Somad soal hukum melakukan transaksi penukaran uang.

Sejalan dengan pandangan UAS, Buya Yahya dalam video penjelasannya yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah TV juga memaparkan hal yang sama.

“Jika dalam serah terimanya adalah, memberikan uang lama Rp 1 Juta, kemudian memberikan uang baru Rp 900 ribu, maka ini adalah riba.

Karena ada selisih Rp 100 ribu,” jelas Buya Yahya seperti dikutip Serambinews.com dalam video YouTube Al-Bahjah TV, Minggu (9/5/2021).

Buya Yahya menegaskan, jika menukar uang ada selisihnya, maka perbuatan itu adalah riba. Jika itu dilakukan, maka baik penukar maupun yang menyediakan jasa berdosa di hadapan Allah Swt.

Meskipun pihak penukar rela jika ada selisih harga nilai tukarnya.

“Kalau sudah riba ya riba. Dan dosa dihadapan Allah. Biarpun rela,” kata Buya Yahya.

Berikut tayangan video penjelasan lengkap Buya Yahya.

Cara menukar uang sesuai ajaran Islam

Lantas, bagaimana cara agar menukar uang untuk Lebaran menjadi sah dan tidak terjerumus ke dalam riba?

Untuk hal ini, Buya Yahya dalam video penjelasannya yang sama memberikan solusinya.

Disampaikan Buya Yahya, saat bertransaksi, banyak uang yang ditukarkan tetap diberikan dengan jumlah nilai yang sama.

Misalnya jika seseorang ingin menukar Rp 1.000.000 dengan pecahan uang yang dia inginkan, maka totalnya tetap Rp 1.000.000. Lalu untuk uang jasa penukaran, diberikan dengan transaksi lain, di luar dari transaksi penukaran uang.

“Jadi selesai serah terima ok. Baru ada transaksi lain,”

“Atau, ini ada uang Rp 1 juta tolong ditukar dengan Rp 1 juta. Nanti baru kita memberikan lebih. Lebihnya adalah uang jasanya, jasa yang sesungguhnya,” terangnya.

Buya Yahya mengingatkan untuk berhati-hati ketika melakukan transaksi penukaran uang agar tidak terjerumus ke dalam riba. Sebab transaksi penukaran yang uang jasanya dipotong langsung dari nominal yang ditukarkan, maka itu juga masuk dalam wilayah riba.

“Kalau dalam penukaran langsung dikurangi, maka itu termasuk wilayah riba,”

“Hati-hati, waspada. Kalau masalah jasa ya ada akad jasanya sendiri,” sebutnya.

Buya Yahya juga menambahkan, saat melakukan penukaran, bukan hanya nilainya yang sama, tapi serah terimanya juga harus sama.

Misalnya uang ditukarkan secara tunai, maka harus dikembalikan dengan tunai pula. Jika tidak sama, maka itu tetap masuk ke dalam wilayah riba.

“Nilainya harus sama. Bahkan buakn nilainya saja harus sama, serah terima pun harus sama waktunya. Engkau menyerahkan aku memberikan. Kalau tidak nanti masuk ribanya riba yadd,” tambah Buya Yahya.

“Atau transaksinya harus kontan. Kontan dengan kontan. Kalau ga masuk ke wilayah nasiah, riba nasi’ah,” pungkasnya.

 

(Sumber: Tribunmedan)

Beri Komentar