Dr. Syahganda Nainggolan: Merdeka, Persatuan dan Perpecahan

Kontrak sosial bangsa kita sejak reformasi diperluas. Bukan saja soal suku bangsa, namun soal hak-hak personal alias konsep individual diutamakan. Plus lagi China dan Arab dimasukkan sebagai suku bangsa, alias bukan bagian bagsa induknya di timur jauh, dengan hak yang sama sebagai warganegara. Misalnya, Pasal 6 UUD45 yang asli sudah dirubah  Anies dan Ahok mempunyai hak untuk menjadi Presiden. Padahal, dalam UUD45 yang dibuat Sukarno dkk, hanya orang Indonesia Asli yang berhak jadi presiden di Indonesia.

Setelah 21 tahun reformasi, masuknya demokrasi liberal, berkembangnya Indonesia menjadi negara kapitalis, masuknya faham2  Syiah, ISIS, LGBT, dll membuat benturan demi benturan dalam masyarakat terus berkembang. Berkembang ada yang secara natural berkembang, namun ada juga yang dipropagandakan untuk berkembang. Yang pertama lahir karena sifat interaksi masyarakat yang semakin intensif dan dinamis, yang kedua merupakan bagian infiltrasi dan subversif sebuah proxy war. Hak-hak kaum homosex misalnya, sebuah fenomena baru sebagai hak warganegara yang saat ini rebut dipersoalkan.

 

Lalu bagaimana kita ke depan?

Dalam masyarakat bicara ke depan selalu merujuk pada sejarah, yakni konstitusi kita. Namun, kita disinipun terbelah. Prabowo dan Megawati serta banyak kekuatan eks militer seolah2 meminta kembali ke UUD45 Asli dan GBHN. Sebagiannya lagi kembali artinya tetap merujuk pada Konstitusi UUD45 Amandemen 2002. Soal Konstitusi ini bisa sejalan dengan Pancasila, sebagai falsafah hidup bangsa, bisa juga terlepas. Padahal soal falsafah hidup inilah yang perlu diperbincangkan sebagai utama.

Benarkan Pancasila tidak membenarkan seorang Enzo mengibarkan bendera Tauhid?, misalnya?

Dalam pandangan mayoritas ummat Islam, nilai2 Pancasila itu pasti merupakan muara dari nilai2 Islam. Jika sebuah aksioma mengatakan bahwa nilai2 Pancasila adalah “living value” dalam jiwa bangsa kita dan aksioma lainnya mengatakan nilai2 Islam merupakan “living value” mayoritas bangsa kita, maka arsiran dari keduanya membenarkan nilai2 Islam sebagai nilai2 Pancasila. Di sinilah bedanya Tentara Nasional Indonesia melihat Enzo versus Mahfud MD Badan Pancasila BPIP melihatnya. Mungkin karena tentara karena punya badan pengkajian yang disiplin, sedangkan Mahfud tidak.