Fuad Bawazier: MK, Ngono Yo Ngono Ning Ojo Keterlaluan Nekadnya

Dalam RUPS tahunan bank syariah, DPS juga memberikan Laporan nya seperti halnya Direksi dan Komisaris. Jadi pada bank syariah, keberadaan DPS bukan optional tapi keharusan mutlak dan juga harus mendapatkan persetujuan OJK, sama halnya dengan personalia direksi dan komisaris.

Sedangkan penunjukan akuntan publik, penasihat hukum ataupun pengangkatan karyawan pada bank syariah tidak perlu melalui proses dan persetujuan OJK. Dengan demikian jelas DPS itu organ resmi pada bank bank syariah.

Jadi Majelis Hakim MK salah ketika mengatakan/berpendapat bhw jabatan atau posisi DPS yg di jabat oleh Prof Ma’ruf Amin bukan pejabat persh ( dalam hal ini pd BUMN maupun anak perusahaan BUMN).

Amar putusan Majelis Hakim MK ini sy yakin akan bikin pusing OJK dan para pemegang saham bank syariah karena ber tentangan dg aturan dan praktek yang berlaku. Meski begitu, saya kira masyarakat bank syariah akan memilih tetap berjalan seperti sekarang ini dan “terpaksa” meninggalkan putusan MK itu. Anggap saja putusan itu hanya berlaku khusus untuk menyelamatkan Ma”ruf Amin daripada harus merusak aturan bank syariah yang sudah berlaku.

Saya kira seandainya pun Prof Ma”ruf Amin menjabat komisaris (bukan DPS) pada bank syariah, bukan tidak mungkin majelis hakim MK ini akan cari argumentasi lain misalnya komisaris bukanlah direksi yang menjalankan perusahaan sehari hari, atau mungkin argumentasi apalah yang penting gugatan Paslon 02 harus ditolak.

Kepercayaan terhadap lembaga lembaga negara yang sedang merosot, baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif menjadi “sempurna” dengan putusan MK yang nekad ini. Kata para pendiri bangsa, meski aturan yang tertulis sudah baik, tapi yang tidak kalah pentingnya adalah semangat para penyelenggara negaranya. Orang dulu bilang, pak hakim, ngono yo ngono ning ojo ngono. Kebangetan!

Jakarta, 29 Juni 2019 (*)