Metamorfosa dan Blunder Politik Ma’ruf Amin

Eramuslim – Hanya butuh waktu kurang dari 4 bulan bagi Kyai Ma’ruf Amin untuk bermetamorfosa (berubah bentuk) kembali dari seorang ulama menjadi seorang politisi sejati. Mantan anggota legislatif  PPP dan PKB itu terkesan sudah sangat luwes dan piawai, memainkan perannya seperti “politisi” pada umumnya.

Dalam pernyataan terbarunya, Ma’ruf mengatakan bahwa sebenarnya dia tidak pernah berniat menjadi cawapres. Karena didorong banyak pihak,  didorong oleh banyak ulama, akhirnya dia bersedia maju sebagai cawapres Jokowi.

“Saya sebenarnya tidak mau jadi cawapres, saya lebih nyaman jadi Rais Aam PBNU dan Ketua Majelis Ulama Indonesia,” kata Ma’ruf saat menghadiri launching buku ‘Arus Baru Ekonomi Indonesia’ di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (13/11).

“Metamorfosa Ma’ruf Amin dari seorang ulama yang sangat dihormati, kembali menjadi seorang politisi “sejati” (real politician), menjelaskan kepada kita betapa besarnya godaan atas kekuasaan.”

Apa yang dikatakan oleh Ma’ruf mengingatkan kita kepada ucapan Ben Okri, salah seorang  penulis paling terkenal Afrika asal Nigeria. “The magician and the politician have much in common: they both have to draw our attention away from what they are really doing,” ujarnya.

Politisi  dan pesulap  itu  memiliki  banyak kesamaan. Keduanya menarik perhatian kita menjauh dari apa yang sesungguhnya mereka lakukan. Dengan kata lain mereka mengecoh publik. Bedanya pesulap melakukannya sekedar untuk hiburan. Politisi punya tujuan yang lebih besar, yakni memanipulasi pikiran publik untuk sebuah kekuasaan.

Kita pasti belum lupa dengan drama tragedi  Mahfud MD  yang gagal menjadi cawapres Jokowi di menit-menit akhir pendaftaran pasangan capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).  Dalam tayangan program Indonesian Lawyer Club (ILC) TV One Selasa (14/8) Mahfud secara gamblang menjelaskan bagaimana Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)  Said Agil Siradj dan Ma’ruf Amin menjegal pencalonannya dengan mengancam Jokowi.