Rezim Takut Kritik, Ponsel dan Medsos Mahasiswa Saja Akan Dipantau

Eramuslim.com – Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan melakukan monitoring kepada para dosen dan mahasiswa menyusul maraknya temuan radikalisme di kampus. Salah satu yang akan ditempuh adalah mendata nomor handphone (HP) dan akun media sosial milik dosen dan mahasiswa.

Aktivis Malari 1974 Salim Hutadjulu menyesalkan upaya itu. Mengawasi akun sosmed dan ponsel justru akan memperkuat fakta bahwa Pemerintahan Joko Widodo takut dikritik, terutama dari kalangan intelektual.

“Ponsel dan akun medsos dosen dan mahasiswa diawasi untuk tujuan mencegah mahasiswa mengkritik penguasa,” kata Salim Hutadjulu kepada intelijen (07/06).

Selebihnya, kata Salim, narasi radikal dan teroris hanya menjadi alibi untuk membungkam suara kritis dari kalangan mahasiswa. “Biasanya, kalangan aktivis punya group gerakan mahasiswa dan bisa menggalang massa untuk demonstrasi. Ini yang tidak disukai penguasa saat ini,” papar Salim.

Menurut Salim, di era Orde Baru narasi radikal dan terorisme tidak sampai disematkan di kalangan mahasiswa. “Rezim ini sudah keterlaluan, mahasiswa generasi bangsa yang cukup berakal dituduh terlibat teroris,” tagas Salim.

Tak hanya itu, Salim menduga narasi ‘kampus disususpi faham radikal dan teroris’ menjadi pembenar untuk hadirnya BPIP. “Tugas BPIP ke kampus-kampus mengisi kuliah umum tentang Pancasila. Ini indoktrinisasi, bukan membuka wacana kritis bagi kalangan mahasiswa,” papar Salim.

Sebelumnya, Menristekdikti Mohammad Nasir mengungkapkan, akan melakukan monitoring kepada para dosen dan mahasiswa menyusul maraknya temuan radikalisme di kampus. Salah satu pengawasan yang akan dilakukan yaitu dengan mendata nomor handphone dan akun media sosial milik dosen dan mahasiswa.

“Kami lakukan pendataan. Dosen harus mencatat nomor hp yang dimiliki. Mahasiswa medsosnya dicatat. Tujuannya agar mengetahui lalu lintas komunikasi mereka itu seperti apa dan dengan siapa,” ungkap Nasir (04/06).(kk/itoday)