Berdagang Kemiskinan

Bagaimana mengukur kemiskinan di Indonesia?

Di Indonesia, mengukur kemiskinan masih dengan cara lama, dari “economics performance“, bukan mengukur “well-being“. Statistik fokus pada poin garis kemiskinan, yang diambil dari penjumlahan angka rupiah garis kemiskinan makanan dan non makanan. Angka ini diperoleh dari penjumlahan harga makanan untuk membentuk unit 2100 kalori makanan perhari, dan harga  beberapa harga non makanan. Saat ini, garis kemiskinan kita Rp 410.000.

Pemerintah mengatakan bahwa garis kemiskinan ini sudah sesuai dengan standar world bank atau PPP USD 1,9.

Cara ini cara gampang yang dilakukan terus menerus sejak puluhan tahun lalu, karena kita tidak mampu menghadirkan data  penghasilan rakyat secara menyeluruh.Di Perancis, misalnya, garis kemiskinan merujuk pada data penghasilan. Garis kemiskinan di patok pada 60% rata2 penghasilan rakyatnya.

Selanjutnya, sampling orang miskin di Indonesia,  berdasarkan survei Susenas yang berbasis keluarga. Setiap tahun dua kali, ada bulan Maret di survei 300 ribu keluarga dan bulan September 75.000 keluarga. Namun, angka penurunan yang dirilis pemerintah selalu angka individual, bukan keluarga. Tidak terlalu jelas cara konversinya.

Disamping itu, kerangka sample, sebagai tempat penarikan sampel, adalah 25% dari populasi kita. Sampel ini ditarik secara PPS (proporsional to size). Bagaimana membangun kerangka sampel ini, sehingga mewakili elemen elemen dalam populasi 250 juta rakyat, tidak dijelaskan dalam website BPS kita.