Jangan Sampai Indonesia Chaos

Ditambah dengan “plandemic global’ yang salah satu puncaknya adalah kelakuan degil elit parpol penguasa yang begitu teganya mengkorup bansos yang merupakan hak rakyat miskin yang tengah berjuang menyambung nafas agar tetap hidup.

Sejak kemarin sore, telah beredar kabar di kalangan terbatas jika hari ini pemerintah Jokowi akan menerapkan lockdown, akibat dari meroketnya kasus Covid-19 varian baru (Delta from India) yang secara sporadis namun cepat timbul di berbagai daerah, bukan cuma di Jawa dan Bali, tapi juga di daerah lainnya.

Secara bombastis media melaporkan berbagai tempat isolasi pasien Covid penuh, rumah sakit sampai membangun tenda-tenda darurat di halaman parkir guna menampung pasien Covid, gedung olahraga dan wisma haji dialihfungsikan sebagai tempat penampungan, dan mayat-mayat kini diangkut menggunakan truk, bukan lagi ambulans.

Panik. Pemerintah pun menggenjot upaya vaksinasi tanpa peduli betapa rendahnya tingkat efikasi (tingkat kemanjuran) vaksin from China yang cuma limapuluhan persen. Ini berarti orang sudah divaksin hanya memiliki kekebalan limapuluh persen (ini pun jika tubuh berhasil membangun imunitas dari vaksin tersebut, bukan malah memperparah sakit yang ada dan bahkan di beberapa kasus ada yang sampai meninggal dunia).

Dengan tingkat kekebalan yang cuma limapuluh persen, maka peluang seseorang akan kebal atau kena Covid cuma fifty-fifty. Sama saja dengan orang yang biasa yang juga bisa tetap sehat atau terkena Covid-19. Ini diutarakan Prof. Siti Fadillah Sopari dan pakar kesehatan lainnya.

“Tidak ada bukti pandemi akan berhenti dengan vaksinisasi!” tegas Prof. Siti Fadillah Sopari, Menteri Sosial di era Presiden SBY yang beberapa tahun lalu lantang dan berani melawan WHO saat Flu Burung banyak menjangkiti negara dunia. Indonesia kala itu berdiri dengan penuh izzah menentang keinginan WHO agar negeri cantik ini menerapkan status pandemi. Dan nyatanya, Indonesia saat itu selamat melewati ‘global pandemi’ yang oleh banyak kalangan diyakini sebagai ‘global plandemic’.

Namun saat ini berbeda. Indonesia kini adalah Indonesia yang manut pada elit global, yang berusaha tetap ‘bermain cantik’ antara dua blok besar dunia sekarang, China dan Amerika Serikat, walau pada kenyataannya selalu condong pada satu blok. Utang yang menggunung membuat leher bangsa ini terikat tali dengan sangat ketat dengan ujungnya dipegang oleh pihak yang diutangi. Rakyat banyak lagi-lagi menjadi korban.

Merespon meledaknya kembali Covid-19, banyak anggota DPR teriak agar pemerintah memberlakukan lockdown. Atas seruan ini, rakyat Indonesia sebenarnya tidak berkeberatan dengan lockdown. “Asal pemerintah bisa menjamin kebutuhan hidup kita secara penuh, pak!” ujar seorang ibu yang kesehariannya hidup di kolong flyover wilayah Jakarta Barat. Hal yang sama juga dikatakan banyak orang. Rakyat Indonesia adalah rakyat yang patuh dan sabar. Mereka bisa menerima lockdown asal kebutuhan hidup mereka bisa dijamin sepenuhnya oleh pemerintah, seperti yang sudah tertuangdi dalam UU Kekarantinaan di mana ketika pemerintah menerapkan status ‘lockdown’ maka jangankan orang, binatang peliharaan pun hidupnya harus ditanggung pemerintah.

“Ayam yang dikurung saja dikasih beras dan air, masak kita enggak,” kata beberapa orang lagi.