Jangan Sampai Indonesia Chaos

Namun pemerintah agaknya alergi dengan istilah ‘Lockdown’ yang memiliki implikasi keharusan berdasarkan UU Kekarantiaan yang mewajibkan pemerintah menjamin dan menanggung kebutuhan hidup rakyatnya, sehingga berkreasi dengan menciptakan istilah-istilah yang lebih terkesan eufimisme, seperti PSBB atau PPKM, atau apalah lagi, agar tidak terkena kewajiban yang sesuai dengan UU Kekarantiaan tersebut.

Intinya, pemerintah tidak sanggup untuk menjamin sepenuhnya kebutuhan hidup rakyat namun menyuruh rakyat agar tetap berdiam di rumah.

Hari ini, ada istilah PMKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat. Menurut kabar yang beredar, dengan status ini maka kegiatan perkantoran 100% tutup, para pekerjanya Work From Home, mall juga ditutup, arena olahraga, taman, sekolah, dan tempat yang bisa menimbulkan keramaian juga tutup.

Namun kabar ini dibantah oleh Juru Bicara Kemenko Marves, Jodi Mahardi, yang menyatakan kegiatan perkantoran memang 100% WFH, namun mall, restoran, dan kegiatan ekonomi lainnya akan tetap boleh buka dengan pengetatan dan durasi operasional yang dipersingkat. Sampai tulisan ini dibuat belum ada pernyataan resmi dari pemerintah.

Dengan adanya status baru yang lebih ketat ini, para pakar menyarankan durasi 14 hari kali dua, yang berarti nyaris sebulan penuh, maka bisa dipastikan kehidupan rakyat banyak yang saat ini sudah sangat susah, akan semakin susah, karena pemerintah tidak mampu menjamih kebutuhan hidup rakyatnya selama status tersebut diberlakukan.

Entah sampai kapan kesabaran rakyat akan sanggup bertahan. Orang-orang kaya, pejabat yang digaji dengan APBN seperti anggota DPR dan sebagainya, mungkin tidak akan jadi masalah jika harus berdia di rumah saja selama satu bulan penuh. Tapi beda dengan rakyat kebanyakan yang jika sehari saja tidak bekerja keluar rumah, maka dia dan keluarganya tidak akan bisa makan.

“Emang daun pintu dan daun jendela bisa dimakan gitu?” protes beberapa orang yang tinggal di kawasan padat penduduk di salah satu sudut ibukota. Belum lagi jutaan warga yang hidup mengontrak rumah bulanan, mereka bakal pusing sejuta keliling, bukan lagi tujuh keliling, memikirkan dari mana dia bisa dapat uang untuk bertahan hidup dan tak terusir dari rumah kontrakannya.