Arab Saudi, Negara Kaya Minyak Dengan Utang Yang Dahsyat!

Keadaan ekonomi Saudi ini membuat dunia khawatir akan masa depan negara itu yang sangat bergantung dari migas. Padahal, dunia sudah mulai memalingkan fokusnya dari minyak ke energi terbarukan yang tidak menimbulkan polusi.

Pada 2017, defisit APBN Saudi mengecil. Defisit itu hanya 8,9% dari total APBN. Total defisit turun menjadi 230 miliar riyal (Rp 863 triliun) sementara hutang negara itu menjadi 443,1 miliar riyal (Rp 1.663 triliun)

 

Beberapa hal yang dilakukan pemerintah Arab Saudi untuk mengecilkan defisit ialah menaikkan pajak bagi produk-produk seperti rokok dan minuman kemasan. Selain itu negeri kerajaan itu juga merombak peraturan perpajakan.

Memasuki 2018, Riyadh memperbaiki ekonominya dengan baik. Tercatat penerimaan negara naik menjadi 783 miliar riyal (Rp 2.900 triliun) dan defisit yang hanya 195 miliar riyal.(Rp 732 triliun) sementara hutang negara naik ke angka 558 miliar riyal (Rp 2.095 triliun)

Pada April 2018, Arab Saudi menerbitkan obligasi. Surat hutang negara itu berhasil menarik dana sebesar 41,25 miliar riyal (Rp 154 triliun).

Di tahun 2019 Negeri dua kota suci itu mengalami defisit kembali sebesar 131,5 miliar riyal (Rp 493 triliun) serta menambah utang menjadi 657 miliar riyal (Rp 2.466 triliun)

Memasuki 2020, banyak kejadian yang membuat dinamika baru pada perekonomian Arab Saudi. Menteri Keuangan Saudi Mohammed Al Jaddan memprediksi bahwa penerimaan negara turun menjadi 833 miliar riyal (Rp 3.128 triliun), turun dibanding 2019 yang mencatatkan penerimaan tahun 2019 yang mencapai 975 miliar riyal (Rp 3.661 triliun).

Namun pada awal tahun 2020 turbulensi politik mulai terjadi setelah Amerika Serikat menembakkan rudalnya ke arah iring-iringan seorang jendral tertinggi Iran Qassem Solemani. Saat itu Saudi mencetak kembali obligasi senilai 18,75 miliar riyal (Rp 70 triliun)

Turbulensi politik yang mencemaskan di timur tengah bukan cuma hal yang mewarnai ekonomi negara padang pasir itu. Pandemi Covid-19 yang menekan permintaan pasar akan minyak dan larangan perjalanan untuk jamaah haji dan umrah diprediksi akan membuat peneriman negara itu ambles. Disisi lain, penanganan Covid-19 yang membutuhkan dana besar akan memaksa Arab Saudi berhutang lagi.

Pemerintah merevisi target pendapatan menjadi 770 miliar riyal (Rp 2.891 triliun), turun 16,9% dibanding 2019. Sementara utang diprediksi membengkak menjadi 941 miliar riyal (Rp 3.533 triliun), membuncit 32,9% dibanding 2019. CNBC