Musim Pejabat Tuna Susila

Eramuslim.com – Lebih miris lagi jika mengangkat soal tuna susila dalam konteks kekinian. Salah satu penyakit sosial itu mewujud bukan hanya berkenaan pada kaum perempuan semata dan tidak melulu dalam urusan penyaluran seks. Kalaupun itu terjadi, lebih karena perempuan sering menjadi korban dari sistem dan eksploitasi libido kaum lelaki.

Di lain sisi disorientasi dalam banyak hal, intens mengemuka tanpa membedakan gender, kelas sosial dan keturunan. Contoh nyata berupa kejahatan berat seperti korupsi, tindak kekerasan, pembunuhan hingga kejahatan-kejahatan lainnya. Baik yang dilakukan secara pribadi maupun kelompok atau dengan persekongkolan (baca: konspirasi dan oligarki).

Selain yang berat ada juga yang tidak lazim tapi memiliki daya rusak yang hebat dalam masyarakat. Perilaku menyimpang terkadang lebih berani tampil terbuka dan serba permisif. Sudah mulai sering terjadi ketiadaan etika dan rasa malu. Mengabaikan moral hingga distorsi dalam berbagai relasi sosial yang mengganggu dan merugikan banyak orang.

*

Agama Islam dan umumnya hukum sosial lainnya begitu tegas terhadap masalah pelacuran. Selain menyangkut perzinahan, kegiatan atau perdagangan seks itu dapat merusak moral dan menghancurkan tatanan hidup kemasyarakatan.

Status yang lebih banyak ditujukan kepada perempuan dengan istilah wanita tuna sosial atau pekerja seks komersil itu. Bukan hanya merendahkan status perempuan. Keadaan itu juga berpotensi menghancurkan struktur sosial dalam suatu negara. Karena pada prinsipnya, perempuan merupakan awal dari peradaban manusia.
Maka terjerumusnya perempuan dalam keadaan tuna sosial, bukan tidak mungkin menjadi penyebab kehancuran kehidupan manusia pada umumnya.

Menariknya, ada persoalan yang tidak kalah destruktifnya bahkan bisa melebihi dari realitas perempuan yang divonis tuna susila tersebut. Beberapa fenomena penyimpangan sosial yang sedang trend, antara lain aturan memaksakan berlakunya kecenderungan seks bebas. Rendahnya mental dan miskinnya ahlak dalam soal ucapan, pikiran dan tindakan (integritas). Membiarkan kebohongan yang terus-menerus menjadi kebenaran. Juga pada penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam politik ketatanegaraan. Semua itu pada dasarnya merupakan persoalan yang sudah menjadi penyakit sosial.